Berita

Pengawasan Pangan Olahan Wujudkan Kesehatan Masyarakat

Komisi IX DPR RI terus mendorong program-program pengawasan pangan olahan yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) demi mewujudkan kesehatan masyarakat yang optimal. BPOM telah mengeluarkan Peraturan BPOM tentang Label Pangan Olahan terbaru. Ini merupakan revisi dari peraturan terkait Label Pangan Olahan yang sebelumnya diatur dalam Lampiran IV Peraturan Badan POM Nomor 27 tahun 2017 tentang Pendaftaran Pangan Olahan.

“Komisi IX DPR mengharapkan kebijakan ini dapat menekan peredaran label produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan (TMK), terutama di DIY yang dikenal sebagai sentra wisata kuliner,” kata Anggota Komisi IX DPR RI Sumarjati Arjoso saat memimpin Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi IX DPR RI dalam rangka pengawasan penerapan label pangan olahan ke Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) DI Yogyakarta, Rabu (6/2/2019).

Beberapa poin penting yang terdapat dalam peraturan tentang Label Pangan Olahan ini, antara lain pencantuman istilah pemanis alami, ketentuan khusus untuk pelabelan pangan dengan ukuran kemasan kecil, pengakuan terkait sertifikasi halal dengan otoritas halal negara lain, pencantuman keterangan sertifikasi keamanan dan mutu pangan olahan, serta pencantuman peringatan untuk produk susu serta peringatan untuk produk susu kental dan analognya sebagai bentuk perlindungan dan edukasi konsumen.

“Dengan disahkannya Peraturan Badan POM tentang Label Pangan Olahan dengan masa grace period (waktu transisi) yang cukup panjang yakni 30 bulan. Jangka waktu ini diharapkan cukup bagi para pelaku usaha untuk menyesuaikan label produknya agar memenuhi ketentuan Peraturan ini," jelas legislator Partai Gerindra ini.

Legislator asal Daerah Pemilihan Jawa Tengah III ini juga mengungkapkan, dari laporan BPOM DI Yogyakarta masih banyak temuan pangan olahan yang belum memenuhi syarat, seperti produk susu kental manis yang belum diganti labelnya karena itu sebenarnya bukan produk susu.

“Makanan yang masa edarnya lebih dari 7 hari juga harus memiliki izin edar, tapi belum semua UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) menjalankannya. Ada juga pihak-pihak yang berlaku curang dengan mengubah masa kadaluarsa produk makanan. Kasus semacam ini harus menjadi perhatian serius," tandasnya.

Sementara itu, Direktur Registrasi Pangan Olahan Balai Besar POM DI Yogyakarta Anisyah mengungkapkan ada peningkatan cukup signifikan dari jumlah label pangan olahan yang diawasi. Jika pada Tahun 2017 sebanyak 333 produk maka Tahun 2018 meningkat menjadi 918 produk, dimana 649 produk (70,70 persen) memenuhi ketentuan dan 269 produk (29,30 persen) tidak memenuhi ketentuan.

“Tindak lanjut dari temuan tersebut kami lakukan Bimbingan Teknis (Bimtek) kepada 26 UMKM Pangan di Gunungkidul serta pendampingan pendaftaran pangan kepada UMKM," jelasnya sembari menambahkan, BPOM DI Yogyakarta juga secara intensif melakukan upaya penyederhanaan cek list, bantuan uji laboratorium untuk pendaftaran pangan serta pelayanan prima pendaftaran pangan.

Kunjungan Kerja Spesifik Komisi IX DPR RI diikuti oleh Anggota Komisi IX DPR RI Ketut Sustiawan, Imam Suroso, dan Budi Yuwono dari PDI-Perjuangan, Delia Pratiwi (Golkar), Suir Syam (Gerindra), Zulfikar Achmad dan Aliyah Mustika Ilham dari Demokrat, Haerudin (PAN), Muhammad Hanafi (PAN), Mafirion (PKB), Handayani (PKB), Ansory Siregar (PKS), Muhammad Iqbal (PPP) dan Ali Mahir (NasDem).

Turut dadir dalam pertemuan dengan Komisi IX DPR RI antara lain Kepala Balai Besar POM DIY, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DIY, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi DIY, Perwakilan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) dan Asosiasi Pasar Tani (Aspartan). []

Tulisan ini diambil dari situs resmi DPR RI.

Share: