YOGYAKARTA (8 Januari): Revisi UU Pemilu yang saat ini tengah dibahas di DPR memunculkan desakan agar pelaksanaan pemilu serentak dievaluasi. Berkaca pada Pemilu 2019, model serentak menimbulkan banyak kekacauan, baik aspek penyelenggara maupun masyarakat selaku pemilih.
Usulan untuk memisahkan pemilu serentak disampaikan anggota DPR RI dari Fraksi NasDem, Subardi. Menurut dia, perlu jeda waktu antara Pemilu Legislatif (hingga ke daerah) dengan Pemilu Presiden.
“Berkaca pada Pemilu 2019, desain serentak tidak harus digelar sehari. Perlu jeda waktu antara Pileg dan Pilpres agar tidak terjadi kekacauan,†ujar anggota Komisi VI DPR RI itu dalam siaran pers tertulis, Jumat (8/1).
Menurut Legislator NasDem dari dapil DIY itu, pemisahan pemilu diperlukan agar masyarakat bisa fokus satu-satu mengikuti Pileg dan Pilpres. Selain itu, penyelenggara pemilu tidak kelelahan apalagi sampai menelan korban jiwa, seperti pada Pemilu 2019. Namun demikian, katanya, pemisahan itu tidak harus jeda selama berbulan-bulan seperti pada Pemilu 2014 dan ke belakang. Saat itu Pileg digelar bulan April dan Pilpres pada bulan Juli.
“Sebaiknya di tahun 2024 model serentak tidak dipisah berbulan-bulan. Pemisahan Pileg dan Pilpres idealnya maksimal satu bulan, dengan catatan tidak boleh ada perubahan koalisi capres-cawapres. Bila terjadi perubahan koalisi justru memicu konstelasi politik yang panas dan melelahkan,†kata wakil rakyat dari dapil DIY itu.
Pemisahan makna serentak antara Pileg dan Pilpres, tidak harus mengubah koalisi capres-cawapres. Pasangan capres tetap diusung satu paket bersama partai pengusung sebelum Pileg, seperti halnya Pemilu 2019.
“Tidak semua dari Pemilu 2019 dirombak. Koalisi capres-cawapres tetap satu paket dan diusulkan sebelum Pemilu Legislatif. Hal ini penting untuk menghindari politik transaksional akibat perolehan suara legislatif,†tambah Subardi yang juga Ketua DPW NasDem DIY itu.
Dengan pemisahan model serentak, kata Subardi, pemilu legislatif akan menjadi ajang adu gagasan antar parpol. Parpol akan bertarung dengan platform dan gerakan ideologinya untuk mendapat kursi parlemen.
Begitupun dengan Pilpres. Calon Presiden akan mengusung gagasan strategis, menyelaraskan banyak gagasan dari parpol pengusung. Subardi yakin pemilu tidak lagi bertumpu pada hiruk-pikuk figur, seolah pemilu hanya soal Pilpres.
“Dengan pemisahan ini, masyarakat akan tertarik dengan politik gagasan. Pemilu pun tidak hanya soal Presiden, melainkan ada Pemilu Legislatif dan partai politik sebagai poros gagasan. Ini penting agar tidak ada parpol yang numpang tenar karena capres,†jelas Legislator NasDem tersebut.
Dari aspek hukum, Subardi menilai usulan ini tidak akan melenceng dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013. Melalui putusan itu, lahirlah Pemilu Serentak yang dirancang mulai tahun 2019. MK menggunakan frasa serentak agar Pileg dan Pilpres digelar satu paket.
“Frasa serentak tetap dimaknai satu paket meskipun pelaksanaannya tidak satu hari. Yang jelas landasan filosofi itu tetap dipertahankan, bahwa pemilu legislatif dan eksekutif harus serentak karena kerja sistem presidensial mengharuskan legitimasi keduanya satu paket,†pungkasnya.(Nizar/*)