JAKARTA (29 Januari): Anggota komisi I DPR dari Fraksi NasDem, Muhammad Farhan, meminta pemerintah memperkuat Badan Keamanan Laut (Bakamla). Salah satu caranya dengan meningkatkan anggaran.
Desakan Farhan menguat setelah Bakamla menangkap dua kapal tanker yang diduga melakukan pemindahan BBM secara ilegal.
Sebelumnya, dari hasil rapat Bakamla dengan Komisi I DPRpada 10 September 2020, Bakamla hanya diberi anggaran senilai Rp515 miliar untuk Tahun Anggaran (TA) 2021. Padahal, kebutuhannya mencapai Rp6,5 triliun.
"Urgensi penguatan Bakamla semakin tinggi karena kita sangat perlu menegaskan dan menegakkan hukum di wilayah yurisdiksi Indonesia. Kasus ini hanya satu dari sekian banyak kasus sejenis yang tidak terungkap karena wilayah laut RI begitu luas, sedangkan armada masih terbatas," ungkap Farhan dalam keterangan tertulisnya, Rabu (27/1).
Saat ini, kapal MT Horse berbendera Iran dan MT Freya berbendera Panama, sudah digiring ke Batam. Tim gabungan yang terdiri dari beberapa instansi dan kementerian dibentuk untuk melakukan penyelidikan.
Untuk penguatan Bamkamla, Legislator NasDem itu juga mendorong Menko Polhukam, Mahfud MD dan Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan, untuk menyamakan visi dengan Presiden, yaitu menjadikan Bakamla sebagai satu-satunya national coast guard.
"Operasional semua lembaga yang selama ini tumpang tindih di wilayah laut Indonesia, agar diintegrasikan," ujar wakil rakyat dari dapil Jawa Barat I (Kota Bandung, Kota Cimahi) itu.
Selain itu, Legislator NasDem tersebut juga mengingatkan Kementerian Luar Negeri agar membangun diplomasi yang menegaskan keseriusan Indonesia dalam menjaga wilayahnya.
"Sehingga, ke depan tidak ada satu pun negara yang berani mempertanyakan tindakan penegakan hukum di wilayah Indonesia," tegas Farhan.
Farhan juga mendesak Bakamla agar terus menggali berbagai kemungkinan kerja sama internasional untuk pengembangan SDM dan teknologi penjaga pantai.
Dari informasi yang diperolehnya, ada tiga pelanggaran yang diduga dilakukan kapal MT Horse berbendera Iran. Pertama, melanggar hak lintas transit pada ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) I dengan keluar dari batas 25Nm ALKI dan mematikan AIS (sistem pelacak identifikasi kapal). Hal itu melanggar pasal 19 UNCLOS dan Permenhub nomor 7 tahun 2019.
Pelanggaran kedua, melaksanakan ship to ship transfer fuel ilegal (black market oil) dan dinilai telah melanggar UU Nomor 17 tahun 2006 mengenai Kepabeanan dan UU Nomor 22 tahun 2001 mengenai Migas.
Pelanggaran ketiga, menyembunyikan identitas kapal dengan menggunakan kain dan jaring serta tak mengibarkan bendera kebangsaan. Hal itu melanggar UU Nomor 17 tahun 2008.
Sedangkan kapal berbendera Panama, MT Freya dianggap melakukan pelanggaran sebab menumpahkan minyak atau limbah ke perairan Indonesia. Hal itu dianggap melanggar UNCLOS, Marpol 73/78, UU nomor 17 tahun 2008 mengenai pelayaran. Selain itu, ada pula PP nomor 21 tahun 2010 mengenai perlindungan lingkungan laut.
Meski kapal MT Freya menggunakan bendera Panama, tetapi nahkoda dan ABK-nya berasal dari Tiongkok. Total ada 25 ABK asal Tiongkok yang berada di kapal. Sedangkan, kapal MT Horse mengangkut 36 ABK asal Iran, termasuk nakhoda.(RO/*)