JAKARTA (1 Februari): Perdebatan presidential threshold (PT) atau ambang batas presiden pada Pemilu 2024 kian mengemuka dalam revisi UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Muncul wacana penurunan PT hingga di bawah 10%. Namun sebagian menganggap tak perlu ada perubahan PT sebesar 20% dari jumlah kursi DPR.
Anggota DPR Fraksi Partai NasDem, Subardi menilai sebaiknya PT turun menjadi 15% dari jumlah kursi DPR. Alasannya agar suhu politik dalam Pemilu Serentak 2024 tidak memanas karena PT 20% cenderung membentuk rivalitas dua kubu besar. Demikian juga jika PT terlalu rendah, pasangan capres terlalu banyak.
“Kalau presidential threshold 15 persen, tidak akan tercipta head to head. Partai lebih leluasa membentuk poros koalisi. Tetapi jangan pula dipangkas di bawah 10 persen, terlalu banyak kontestan akan gaduh juga. Saya yakin dengan 15 persen akan membentuk keragaman koalisi,†kata Subardi di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (1/2).
Ketua DPW NasDem DIY itu beralasan, jika Pemilu 2024 ambang batas presiden turun menjadi 15%, akan terbentuk 3-4 koalisi parpol. Angka 15% diyakini dapat mencegah kooptasi dari partai politik besar dalam setiap pemilihan presiden. Subardi beralasan, rivalitas dua koalisi akan memanaskan suhu politik karena perebutan suara dipengaruhi tiga unsur yakni Pemilu Presiden, Pemilu Legislatif, dan persaingan dua gerbong politik.
“Perlu diingat dalam sistem pemilu serentak, koalisi parpol turut memanaskan suhu politik. Jika ambang batas presiden 20 persen, dua koalisi besar akan terulang lagi dan masyarakat akan berhadap-hadapan,†kata anggota Komisi VI DPR RI itu.
Presidential Threshold sebesar 15% pernah diterapkan pada Pemilu Presiden 2004. Aturan itu dimuat dalam Pasal 5 Ayat (4) UU Nomor 23/2003 tentang Pilpres. Namun, jumlah pasangan Capres-Cawapres menjadi lima pasang. Hal ini karena terdapat aturan peralihan (Pasal 101 UU 23/2003) yang melonggarkan PT menjadi tiga persen khusus Pemilu 2004. Memang saat itu perlu aturan peralihan karena untuk pertama kalinya pemilihan Presiden secara langsung.
Selanjutnya pada Pemilu 2009 dan 2014 lalu, ambang batas presiden dinaikkan menjadi 20% dari jumlah kursi DPR (Pasal 9 UU 42/2008 tentang Pilpres). Demikian halnya dengan Pemilu 2019 yang masih menggunakan PT yang sama, yakni 20% (Pasal 222 UU 7/2017).
Melihat perjalanan ambang batas presiden pada empat pemilu sebelumnya, Subardi condong pada angka 15%. Terlebih dengan sistem serentak, keragaman koalisi dibutuhkan.
“Angka 15 persen cukup moderat untuk mengevaluasi Pemilu 2019. Ini sekaligus memberi peran aktif kepada parpol yang perolehan suaranya kecil, sehingga akan tercipta koalisi gagasan,†pungkasnya. (Nizar/*)