JAKARTA (1 Februari): Fraksi Partai NasDem DPR RI menjadi salah satu fraksi yang menolak diselenggarakannya Pilkada Serentak 2024. Hal tersebut disampaikan, Sekretaris Fraksi NasDem DPR RI, Saan Mustopa dalam diskusi terkait Revisi UU Pemilu yang disiarkan Smart FM dan Populi Center, Sabtu (30/1).
Saan menuturkan, Fraksi NasDem DPR mendukung penyelenggaraan pilkada dinormalisasi pada tahun 2022 dan 2023. Menurutnya, diadakannya normalisasi pilkada, karena tidak memungkinkan pelaksanaan pilkada dilakukan secara serentak pada tahun 2024 yang berbarengan dengan pileg maupun pilpres.
Sekretaris Fraksi NasDem DPR RI itu menambahkan ada hal teknis terkait penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 yang tidak mungkin dilakukan jika waktu pelaksanaan setiap tahapan terlalu berhimpitan dengan pileg dan pilpres.
Misalnya, kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu, penghitungan suara pileg dan pilpres di bulan April, tapi ada tahapan berikutnya yakni perselisihan di MK dan sebagainya. Di saat yang sama tahapan pilkada sudah masuk ke calon perseorangan (calon independen) bahkan sudah pemuktahiran data.
Atas dasar itulah NasDem mendukung adanya normalisasi pelaksanaan pilkada. Apalagi bila terjadi dua putaran pilpres maka bisa menambah beban waktu bagi penyelenggara.
"Jangan berasumsi pilpres selalu satu putaran seperti pengalaman 2014, 2019. Pada tahun 2024 konstelasi politiknya tentu berbeda karena sama-sama berangkat dari nol (tidak ada incumbent presiden). Potensi-potensi calon juga banyak," imbuhnya.
Karena itu, wakil rakyat dari dapil Jawa Barat VII (Kabupaten Bekasi, Karawang, dan Purwakarta) itu menginginkan pilkada tetap dilaksanakan pada tahun 2022 dan 2023 sebagaimana siklus lima tahunan.
Selain itu, Legislator NasDem tersebut juga meminta agar perdebatan jangan dibawa ke ranah asumsi politik terkait para kandidat calon presiden.
"Kita kesampingkan asumsi politik bahwa Pilkada 2022 itu dalam rangka memberikan panggung untuk para kandidat capres misalnya. Atau yang ingin Pilkada Serentak 2024 dalam rangka menghilangkan panggung untuk capres tertentu. Hilangkanlah asumsi itu. Kita berpikir rasional di mana momen yang paling pas untuk mengevaluasi secara menyeluruh untuk sistem kepemiluan kita, menata ke depan. Itu yang saya rasa jauh lebih penting," tegas Saan.(HH/*)