Berita

Jangan Abaikan Hak Pekerja Rumah Tangga

JAKARTA (9 Februari): Berlarut-larutnya pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) sama saja dengan menunda kepastian hak warga negara yang dijamin oleh UUD 1945.

"Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan  sesuai dengan harkat, martabat, dan asasinya sebagai manusia seperti yang diamanatkan Pancasila dan Pasal 27 UUD 1945 ," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, yang dikeluarkan di Jakarta, Selasa (9/2).

Menurut Lestari, pekerja rumah tangga juga merupakan bagian dari warga negara yang harus dijamin kepastian pekerjaannya secara hukum.

Karena itu, tegas Rerie, sapaan akrab Lestari, pekerja rumah tangga berhak mendapatkan pengakuan dan perlakuan sebagai warga negara sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

Menurut Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai NasDem itu, perlakuan yang tidak sama atas hak dasar warga negara bertentangan dengan upaya negara dalam penegakan hak azasi manusia dan pelaksanaan nilai-nilai kebangsaan yang diwariskan oleh para pendiri bangsa.

Legislator NasDem itu menyebutkan, RUU PPRT sudah diajukan sejak 2004 dan masuk prolegnas dalam setiap periode masa bakti DPR-RI. Namun hingga saat ini  parlemen belum mengesahkan RUU Perlindungan PRT itu menjadi undang-undang.

Data ILO menyebutkan, pada tahun 2015 jumlah PRT di Indonesia mencapai 4 juta dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Dengan demikian, jelas Rerie, sangat jelas urgensi perlunya pembahasan RUU tersebut.

Menurut anggota Majelis Tinggi Partai NasDem tersebut ada sejumlah isu yang berkembang dalam pembahasan RUU PPRT dan harus diklarifikasi kepada para pemberi kerja.

Isu tersebut antara lain, adalah pengaturan pekerja rumah tangga sebuah keniscayaan dengan pemahaman bahwa kepentingan para PRT sudah diatur dalam UU Perburuhan.

Rerie menilai pendapat tersebut sesungguhnya tidaklah tepat. Karena, jelasnya, kenyataan saat ini PRT memiliki sejumlah kekhususan dalam kerja kesehariannya, seperti tinggal dengan pemberi kerja dan belum ada standar kerja yang baku.

Meski hubungan antara pekerja dan pemberi kerja berdasar atas kesepakatan kedua belah pihak, menurut wakil rakyat dari dapil Jawa Tengah II (Demak, Kudus, Jepara) itu, tidak bisa dipungkiri bahwa dalam praktiknya terdapat banyak potensi pelanggaran.

Kehadiran UU PPRT, tegas Rerie, bertujuan memberikan kepastian hukum kepada pekerja rumah tangga dan pemberi kerja.

Lebih dari itu, tegasnya, UU tersebut mencegah segala bentuk diskriminasi, eksploitasi, pelecehan, dan kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.

Semua langkah tersebut, ujar Rerie, semata-mata untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk pekerja rumah tangga. [*]

Share: