Berita

Perlu Kesadaran Bersama Soal Pentingnya RUU PPRT

JAKARTA (17 Februari):  Perlu dibangun kesadaran bersama bahwa RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) layak mendapat perhatian setiap elemen bangsa.

"Perlu kejelasan dan pemahaman bersama untuk mendesak kawan-kawan di Senayan agar segera menindaklanjuti pembahasan RUU PPRT ini dan mengesahkannya menjadi undang-undang," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Tarik Ulur Nasib RUU PPRT yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (17/2).

Hadir dalam diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoetri, (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah) itu, Willy Aditya (Wakil Ketua Badan Legislasi-Baleg  DPR RI), Theresia Iswarini  (Komisioner Komnas Perempuan), Lita Anggraini - JALA PRT (Jaringan Nasional Advokasi Pekerja  Rumah Tangga) sebagai narasumber.

Selain itu Dewi Savitri (Jurnalis Senior, Standard & Practices CNN Indonesia Group) dan  Atang Irawan (Pakar Hukum Tata Negara, Dosen Universitas  Pasundan Bandung) sebagai panelis.

Menurut Legislator NasDem itu, semakin lama menunda pembahasan RUU PPRT sama saja mengabaikan hak azasi manusia yang secara mendasar menjadi tanggung jawab kita bersama. "Ini sudah menyangkut masalah kemanusiaan," ujar Rerie, sapaan akrab Lestari.

Menurut anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, hak warga negara sama di mata hukum, sehingga terkait pembahasan aturan bagi pekerja rumah tangga prinsip keadilan wajib dikedepankan.

Sedangkan Atang Irawan berpendapat perlu kewarasan berpikir dalam melanjutkan pembahasan RUU PPRT. Karena, kata Atang, sejumlah pihak menganggap PPRT sudah diatur dalam UU Tenaga Kerja. Tetapi kenyataan yang diatur dalam UU Tenaga Kerja adalah hubungan antara pengusaha dan pekerja. Sedangkan pemberi kerja bagi PRT, menurut Atang, tidak bisa disebut sebagai pengusaha.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 2 tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, menurut Atang, secara hirarki hukum juga tidak jelas asal usulnya. Karena tidak ada undang-undang yang memerintahkan lahirnya peraturan menteri tersebut.

Atang menilai UU PPRT harus segera ditetapkan karena di dalam undang-undang tersebut ada aspek fundamental yang merupakan kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya.

Wakil Ketua Baleg  DPR, Willy Aditya mengakui pembahasan RUU PPRT di Baleg sudah selesai, tinggal diajukan ke rapat paripurna DPR untuk disahkan sebagai hak inisiatif DPR.

Pada pekan kedua Maret 2021, jelas Willy, dijadwalkan akan diadakan rapat kerja untuk membahas RUU PPRT sebelum diajukan ke rapat paripurna DPR. Posisi ini, menurut dia, masih rawan bagi keberlanjutan pembahasan RUU PPRT.

Padahal, tegasnya, salah satu tujuan RUU PPRT adalah untuk meningkatkan harkat dan martabat para pekerja rumah tangga.

Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini mengungkapkan, pekerja rumah tangga adalah pekerjaan tertua yang ada di dunia dan dibutuhkan masyarakat.

Sangat disayangkan, tambah Theresia, pada praktiknya penyikapan terhadap para pekerja rumah tangga menghasilkan ketidakadilan gender yang berpotensi pada munculnya kekerasan terhadap perempuan.

Komnas Perempuan, katanya, sudah mencoba berupaya melobi sejumlah fraksi seperti Gerindra, Golkar dan PKB agar RUU PPRT bisa diajukan sebagai RUU inisiatif DPR.

Aktivis Jaringan Nasional Advokasi Pekerja  Rumah Tangga, Lita Anggraini mengungkapkan, hingga saat ini banyak kasus ketidakadilan terhadap PRT yang terkesan dibiarkan.

Pekerja rumah tangga, menurut Lita, adalah pekerja yang dekat di mata, namun jauh dari pikir. Terpenting, tegasnya, negara harus hadir untuk melindungi hak-hak lebih dari 5 juta pekerja rumah tangga tersebut.

Di akhir diskusi, jurnalis senior Saur Hutabarat menilai berlarut-larutnya pembahasan RUU PPRT sejak puluhan tahun lalu memperlihatkan super kebangetannya kinerja parlemen kita.

"Tidakkah DPR bosan terhadap dirinya yang hampir 20 tahun membiarkan RUU PPRT keluar masuk pembahasan tanpa menghasilkan produk legislasi sebagai UU?" tanya Saur.[*]

Share: