Berita

Mahasiswa di-DO karena Demo, NasDem Nilai Sewenang-wenang

JAKARTA (25 Februari): Pemecatan mahasiswa alias drop out (DO) oleh rektor di sejumlah perguruan tinggi mendapat sorotan anggota DPR RI dari Fraksi NasDem, Willya Aditya. Menurut dia, adalah ironi jika di masa penuh kebebasan saat ini, masih ada pemberhentian mahasiswa oleh petinggi kampus karena alasan semacam itu.

“Mahasiswa melakukan demonstrasi itu hal yang sangat biasa. Rektor didemo mahasiswanya itu biasa. Wong Presiden saja didemo, DPR didemo, apalagi cuma rektor,” kata di kompleks DPR, Kamis (25/2).

Willy yang juga aktivis ’98 ini menambahkan, adanya demonstrasi di lingkungan kampus mestinya disyukuri. Di saat iklim perguruan tinggi lebih banyak berkutat pada rutinitas perkuliahan dan sejenisnya, demonstrasi menunjukkan adanya dinamika kampus.

Menurut Legislator NasDem itu, demonstrasi adalah bagian dari kebebasan akademik sivitas akademika kampus. Dari pada mahasiswanya hanya kuliah, mengisi absen, mengerjakan tugas, atau sekadar bayar uang kuliah, lebih bagus mereka mewarnai kehidupan kampus dengan demonstrasi.

“Aksi demonstrasi itu menunjukkan adanya kesadaran mahasiswa sebagai bagian dari sivitas akademika. Ia juga menunjukkan tanggung jawab moral sebagai orang yang berpendidikan atas dinamika sosial yang terjadi,” tegas Willy.

“Di dalam demonstrasi kan ada gugatan sekaligus dalih yang harusnya bisa diterima dan dijawab oleh pimpinan kampus dengan sikap ilmiah sekaligus dewasa sebagai insan berpendidikan. Jangan malah men-DO mahasiswanya. Demonstrasi itu justru salah satu ekspresi dari pendidikan itu sendiri,” kata Willy yang juga pernah di-DO semasa kuliahnya di UGM Yogyakarta.

Bagi wakil rakyat dari dapil Jawa Timur XI (Bangkalan, Pamekasan, Sampang, Sumenep) itu, kalau hanya karena demonstrasi seorang mahasiswa di-DO, alangkah tidak patutnya dia menjadi seorang rektor. Sebab rektor bukanlah penguasa.

"Ia adalah pemimpin kampus yang sepatutnya mampu menyelami segala dinamika yang terjadi di kampus sebagai insan yang berilmu pengetahuan. Bukan malah berlaku sewenang-wenang,” imbuh Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem di DPR ini.

Willy mempertanyakan alasan dua rektorat di kampus di Riau dan Lampung yang memberhentikan dan menggugat mahasiswanya. Bagi Willy, seorang rektor terhadap mahasiswanya itu seperti seorang bapak terhadap anaknya. Bukan seperti pemimpin perusahaan atau organisasi terhadap anak buah atau anggotanya.

"Pimpinan kampus haruslah memiliki keluasan jiwa untuk menerima dan kearifan pengetahuan untuk bisa memberikan penjelasan kepada anak-anaknya atas suatu persoalan tertentu. Bukan malah mempolisikan anaknya karena kenakalannya," papar Willy.

Senakal apapun seorang anak, tambah Legislator NasDem itu, orang tua hanya patut menghukumnya, dan itupun tetap dalam kerangka mendidik.

“Kan gitu logikanya. Apalagi di lembaga pendidikan seperti di kampus!” tandasnya.

“Katakan saja benar beberapa mahasiswa melanggar kekarantinaan seperti yang terjadi UBL (Universitas Bandar Lampung). Apakah patut dia dilaporkan oleh rektoratnya ke polisi? Saya kira itu berlebihan dan amat sangat disayangkan,” imbuhnya.

Willy yang juga Ketua DPW Partai Partai NasDem Riau ini mengatakan, DO boleh dilakukan oleh pihak kampus jika seorang mahasiswa memang tidak memenuhi kewajiban akademiknya.

“Semata karena itu saja. Itupun masih bisa ditoleransi atas kebijakan pimpinan kampus. Namun jika mahasiswa di-DO karena aksi demonstrasinya maka kampus itu telah berlaku picik,” tukasnya.

Dengan adanya peristiwa itu, Willy berharap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan merespon kejadian di Universitas Lancang Kuning Pekanbaru, Riau dan Universitas Bandar Lampung, Lampung yang belum lama ini terjadi. Dia juga meminta para koleganya di Komisi X DPR untuk menginisiasi adanya rapat kerja dengan Mendikbud terkait hal ini.

“Hal semacam ini jangan dianggap sepele. Ini terkait kehidupan asasi di dalam lembaga pendidikan tinggi, lembaga yang bertugas menjaga kewarasan nalar kehidupan bangsa ini. Kalau di lembaga pendidikan tinggi saja nalar sehatnya sudah terbuang, dan justru cara kekuasaan yang bekerja, bagaimana di lembaga yang lain?!” tutupnya.(RO/*)

Share: