BANDA ACEH (30 April): Provinsi Aceh mendapatkan prioritas sosialisasi RUU-RUU yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2021 dan Perubahan Prolegnas Tahun 2020 - 2024 karena mendapat banyak masukan. Salah satunya terkait eksistensi Pemerintahan Aceh. Sayangnya, Gubernur Aceh justru tidak hadir dalam sosialisasi tersebut.
Wakil Ketua Baleg DPR dari Fraksi Partai NasDem, Willy Aditya menyesalkan ketidakhadiran Gubernur Aceh dalam pertemuan tersebut.
“Ini kunjungan pertama Baleg ke Provinsi Aceh dengan membawa rombongan besar. Ada dua pimpinan (Baleg) yang datang, namun Gubernur (Aceh) tidak ada. Tentu kami sangat menyayangkan dan kecewa," tegas Willy seusai memimpin Kunjungan Kerja Baleg di Kantor Gubernur Aceh, Banda Aceh, Provinsi Aceh, Kamis (29/4).
Tim Kunker Baleg diterima Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Dahlan Jamaluddin dan Asisten Pemerintahan dan Keistimewaan Sekda Aceh M Jafar. Hadir pula Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi dan sejumlah anggota Baleg DPR RI, sivitas akademika Universitas Syah Kuala, Banda Aceh, dan elemen masyarakat.
Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, berhalangan hadir karena mengikuti kegiatan dengan Forkopimda Aceh berkenaan dengan evaluasi Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Skala Mikro.
Menurut Willy, kehadiran Gubernur Aceh sangat krusial, sebab Baleg akan menyerap aspirasi dan melakukan evaluasi UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU PA), yang juga mengatur Dana Otonomi Khusus (Otsus).
Legislator NasDem itu mengungkapkan, setiap RUU yang akan ditetapkan menjadi UU senantiasa mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat, sehingga ketidakhadiran pihak pemerintah daerah merupakan preseden buruk.
"Nah, ketika Gubernur tidak punya good will atau political communication yang baik, maka itu akan menjadi kendala. Tentu, marwah dari Aceh itu sendiri terganggu. Ini harus diperbaiki oleh saudara Gubernur, karena tidak mungkin hanya diperjuangkan oleh DPRA maupun elemen masyarakat," kata Willy.
Willy menambahkan dalam beberapa kesempatan, pihaknya selalu membuka diri terhadap aspirasi berkaitan eksistensi dana Otsus Aceh yang akan berakhir pada tahun 2027. Aspirasi itu datang mulai dari DPRA maupun anggota Baleg DPR RI daerah pemilihan Aceh.
Legislator NasDem dari dapil Jawa Timur XI (Bangkalan, Pamekasan, Sumenep, dan Sampang) itu juga menyinggung harapan agar dana Otsus Aceh kembali menjadi 2% dari Dana Alokasi Umum (DAU) setelah tahun 2027. Di sisi lain, lanjutnya, DPR RI saat ini tengah membahas perpanjangan Dana Otsus Papua, sehingga tak jarang juga disinggung mengenai perpanjangan otonomi khusus daerah lainnya.
"UU Pemerintahan Aceh sudah ada di long list Prolegnas, tinggal bagaimana komunikasinya. Artinya, pemerintah daerah juga perlu proaktif, langsung jemput bola, tidak hanya bersurat. Komunikasi menjadi kunci membangun kesepahaman sehingga terbangun ruang konsultasi antara Pemerintah Aceh dengan produk UU yang akan dilahirkan," tambah anggota Komisi XI DPR RI itu.
Sebelumnya, Asisten I Sekda Aceh M Jafar selaku perwakilan Gubernur meminta dukungan Baleg DPR RI untuk memperjuangkan perpanjangan dana Otsus Aceh. Dari pengalaman selama ini dukungan dana Otsus untuk pembangunan Aceh memiliki peran yang sangat signifikan.
"Kalau saja keberadaan dana Otsus ini tidak ada lagi, sudah tentu upaya percepatan pembangunan di daerah kami akan tersendat,†kata Jafar.
Dana Otsus yang merupakan penerimaan Pemerintah Aceh berlaku dalam jangka waktu 20 tahun. Dana Otsus diterima sejak tahun 2008 yang merupakan amanat UU Pemerintahan Aceh, dan akan berakhir pada tahun 2027 nanti. (dpr.go.id/*)