JAKARTA (14 Februari): Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai NasDem Aminurokhmanh mengungkapkan, urgensi pembahasan delapan RUU provinsi karena selama ini masih menggunakan hukum Republik Indonesia Serikat (RIS).
"Komisi II DPR bersepakat dengan pemerintah untuk membentuk panita kerja (panja) setelah menerima Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah dan DPD RI. Ini dilakukan agar ke depan, kepastian hukum terkait delapan provinsi bisa sinergi dan sinkron dengan UUD'45," kata Aminurokhman di Jakarta, Selasa (14/2).
Delapan provinsi yang masuk dalam RUU tersebut adalah Bali, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Maluku, dan Kalimantan Tengah.
Mantan Wali Kota Pasuruan, Jatim dua periode tersebut juga menerangkan, revisi tentang UU delapan provinsi tersebut harus berdasarkan pada ketentuan pembangunan yang ada. Hal itu, tambah Amin, sekalipun saat ini di dalam pasal 18 ayat 1 UUD 45 telah diatur soal daerah provinsi, kabupaten dan kota.
“Tapi kita harus bereskan dari sisi provinsinya dulu. Jadi nanti turunan dari UU bisa sesuai semua. Dari delapan provinsi ini, Komisi II DPR bersama pemerintah akan segera melakukan revisinya,†jelas dia.
Legislator NasDem dari Dapil Jawa Timur II (Pasuruan-Probolinggo) itu juga menargetkan revisi UU tersebut bisa diselesaikan pada tahun 2023. Target itu, didasari pada tidak banyaknya subtansi yang berubah kecuali landasan dan alasan hukumnya.
“Tinggal menyesuaikan dengan aspirasi yang ada,†tukasnya.
Amin memaparkan, aspirasi yang akan diakomodasi pemerintah dan Komisi II DPR juga harus dapat dipastikan tidak menimbulkan kontroversi baru. Amin memastikan, tidak akan masuk kepada aspirasi yang meminta untuk menjadi daerah-daerah khusus.
“Terutama daerah-daerah yang minta kategori daerah khusus, kategori daerah otonom seperti Papua. Kita tidak masuk ke subtansi itu, tapi kita mencoba mengakomodasi aspirasi-aspirasi yang normatif,†jelas Amin.
Amin juga menekankan, Komisi II DPR dan pemerintah tidak membahas dan mengakomodasi soal aspirasi dana bagi hasil (DBH). Pasalnya, untuk urusan DBH telah memiliki UU yang mengatur soal indikator DBH provinsi.
“Jadi revisi UU delapan provinsi fokus pada penyesuaian–penyesuaian pasal yang berkaitan dengan UUD 45. Karena UU yang sebelumnya digunakan provinsi, kabupaten/kota masih berdasarkan alas hukum RIS. Nanti jadi kendala ketika daerah otonom melakukan kerja sama dengan negara lain,†pungkasnya.(*)