Berita

Sistem Pemondokan Haji tidak Adil, Jemaah Lansia Telantar di Mina

MAKKAH (9 Juni): Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Muslim Ayub, menyebutkan dari 12 kloter jemaah haji asal Aceh, ada tujuh kloter yang belum mendapatkan tenda di Mina. Bahkan, sekitar 150 jemaah dilaporkan akan dipindahkan ke rumah sakit terdekat karena tidak mendapatkan tempat bermalam.

Muslim menyesalkan buruknya pelayanan jemaah haji Indonesia di Mina, khususnya jemaah asal Aceh yang hingga Jumat (6/6) malam dilaporkan belum mendapatkan tenda untuk bermalam. Muslim menilai kondisi tersebut sebagai wujud pelaksanaan ibadah haji terburuk dalam tiga dekade terakhir.

“Bayangkan tiga hari mereka tidak mendapatkan tempat. Tidak dapat tempat duduk dan tidur saja sebenarnya sudah tidak layak. Apalgi ada 150 orang tidak kebagian tenda,” ujar legislator NasDem dari Dapil Aceh I (Aceh Selatan, Aceh Tenggara, Aceh Barat, Aceh Besar, Pidie, Simeulue, Aceh Singkil, Aceh Barat Daya,  Gayo Lues, Aceh Jaya, Nagan Raya, Pidie Jaya, Kota Banda Aceh,  Kota Sabang Kota Subulussalam) itu, di Mina, Arab Saudi, Jumat (6/6/2025) malam.

Muslim menambahkan, pemindahan ke rumah sakit yang berjarak sekitar 16 kilometer dari Mina bukanlah solusi. Terlebih, banyak dari jemaah tersebut adalah lanjut usia (lansia) dan tidak mungkin berjalan kaki pulang pergi untuk melaksanakan lempar jumrah.

“Mereka orang tua yang sudah umur di atas 70 tahun. Tidak mungkin mereka jalan kaki pulang balik. Ini bukan soal teknis semata, tapi soal nyawa dan keselamatan,” tandasnya. 

Muslim mengungkapkan, kekacauan dalam sistem penempatan tenda terjadi karena tanpa koordinasi dan tidak adil antarprovinsi. Penempatan dilakukan siapa cepat dia dapat, sehingga banyak jemaah yang menempati tenda tidak sesuai dengan kloter atau wilayah asal.

“Penempatannya tidak beraturan. Jemaah Jawa Barat bisa masuk ke tenda wilayah Maluku, dan sebaliknya. Jemaah Aceh pun tersebar ke mana-mana. Ini mengacaukan logistik, layanan, dan pendampingan,” jelasnya. 

Muslim mengatakan pihak syarikat—perusahaan penyedia layanan haji dari Arab Saudi—telah melepaskan tanggung jawab dengan mengembalikan persoalan itu  kepada Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Indonesia.

“Syarikat tidak bertanggung jawab. Bahkan ada yang mogok tidak mengangkut jemaah. Ini harus ada kejelasan siapa yang bertanggung jawab,” tegas Muslim.

Selain tempat bermalam, layanan konsumsi juga menjadi sorotan. Muslim mengatakan bahwa distribusi makanan tidak jelas dan berantakan.

“Makan juga tidak jelas. Sistemnya amburadul. Ini harus menjadi bahan evaluasi besar bagi pelaksanaan haji tahun depan.,” katanya.

Ia mendesak Kementerian Agama segera memberikan solusi konkret atas kondisi darurat yang dialami para jemaah, khususnya jemaah asal Aceh.

“Kalau ini terus dibiarkan, siapa yang bertanggung jawab jika ada jemaah yang jatuh sakit parah? Ini tidak bisa didiamkan. Harus ada evaluasi menyeluruh agar tidak terulang di tahun 2026,” pungkasnya. (dpr.go.id/*)

Share: