Berita

Legislator NasDem Terus Berjuang untuk Masyarakat Raja Ampat

JAKARTA (12 Juni): Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Rico Sia, mengungkapkan duduk perkara pencabutan izin empat perusahaan tambang di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Menurutnya, hal itu dilakukan agar masyarakat adat setempat, khususnya, dan masyarakat pada umumnya bisa memahami apa yang sesungguhnya terjadi.

"Sebelumnya sudah disampaikan Pak Menteri ESDM (Energi Sumber Daya Mineral) Bahlil Lahadalia bahwa yang memiliki izin lengkap untuk beroperasi adalah PT Gag Nikel yang berada di Pulau Gag yang merupakan anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT Antam," ungkap Rico dalam keterangannya, Kamis (12/6/2025).

Berdasarkan pernyataan Menteri ESDM itu berarti, empat perusahaan tambang yang terdiri dari  PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), dan PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) adalah ilegal.

"Ini artinya empat perusahaan tersebut ilegal dan yang mempunyai izin tambang yang lengkap adalah PT Gag," tandas Rico.

Legislator NasDem dari Dapil Papua Barat Daya itu menerangkan, pada akhir 2024 atau memasuki tahun 2025, apa yang dilaporkan Kementerian Lingkungan Hidup (LHK) bahwa dalam survei yang mereka lakukan sejak 26-30 Mei 2025, masih ada perusahaan Kawei Sejahtera Mining yang beroperasi. 

Begitu pun dengan perusahaan Reymon masih ngebor, sedangkan perusahaan Anugerah sudah meninggalkan wilayah yang luasnya--di dalam izin--melebihi luas pulau itu sendiri. Untuk perusahaan Nurham baru terbit dan belum melakukan operasi apa-apa. 

"Ini artinya, tiga perusahaan tersebut jelas melakukan ilegal mining yang apabila tidak dicabut izinnya maka akan menimbulkan kerugian negara," jelas Rico. 

Pada saat kerugian negara terjadi, tambah Rico, pihak aparat penegak hukum akan turun tangan untuk melakukan lidik yang bisa ditingkatkan ke penyelidikan karena Menteri ESDM sendiri mengatakan perusahaan tersebut tidak memiliki izin lengkap.

"Lalu siapa yang akan ditangkap? Tentunya mereka yang memiliki usaha yang akan berproses lebih lama. Tapi yang juga berurusan dengan aparat penegak hukum adalah masyarakat adat, termasuk masyarakat setempat," terang Rico.

Rico yang sejak awal mendengarkan aspirasi masyarakat Papua Barat Daya dan memperjuangkan berdirinya provinsi tersebut, sangat menyayangkan jika masyarakat adat ikut terlibat dalam masalah hukum.

"Kami sayang mereka. Saya mendengar aspirasi masyarakat dan ikut memperjuangkan provinsi tersebut, makanya kami juga memperjuangkan agar perusahaan ilegal dicabut izinnya. Ini karena saya tidak mau mereka jadi korban di kemudian hari dan berdampak hingga ke anak cucu dengan rusaknya lingkungan. Semoga mereka bisa memahami hal ini," tutur Rico.

Wakil rakyat yang sudah dua periode duduk di kursi parlemen itu juga mengingatkan agar pemerintah memikirkan mereka sebagai garda terdepan dan pemilik wilayah untuk menjaga kebersihan lingkungan, menjaga pariwisata agar tetap bagus. Untuk itu, dibutuhkan insentif yang diberikan kepada mereka melalui program-program wisata yang berjalan di sana.

"Oleh karenanya, kami juga mendorong agar politeknik pariwisata untuk segera dibangun di Papua Barat Daya," tukas Rico.

Dijelaskan Rico, pada saat Komisi VII DPR melakukan kunjungan ke Politeknik Pariwisata di Bandung, Kementerian Pariwisata sudah memiliki keinginan untuk membangun politeknik pariwisata di Papua Barat Daya.

Namun, mereka butuh bantuan dari pemerintah daerah setempat agar disiapkan lahannya, mungkin bentuknya hibah supaya Kementerian Pariwisata bisa membangun politeknik pariwisata di sana. 

"Nah kolaborasi dan kerja sama ini tentunya akan menguntungkan daerah dan menguntungkan pemilik petuanan petuanan, hak ulayat, hak adat yang ada di sana. Bisa melalui dana otsus (otonomi khusus) atau CSR (Corporate Social Responsibility). Kalau mereka diberikan hak seperti ini, tentunya kesejahteraan berkelanjutan sampai antargenerasi anak cucu cicit dan seterusnya akan terjaga, bukan hanya pada saat ini saja," tegas Rico.

Dia pun memberikan catatan penting terkait pencabutan izin tambang empat perusahaan tersebut, yakni agar masyarakat adat segera terlepas dari urusan hukum karena mereka dinilai kurang paham dengan apa yang sesungguhnya terjadi.

"Bahwa tidak ada izin bahkan tidak bisa terbit izin sesuai undang-undang Nomor 1 Tahun 2024 yang menyatakan pulau kecil, wilayah pesisir tidak boleh ditambang. Itu bunyi undang-undang, dan tidak bisa dilanggar," jelas Rico.

Terkait dengan penambangan di Pulau Gag tidak ditutup, Rico memberi penjelasan, bahwa wilayah pertambangan perusahaan Gag di luar mitra kerja Komisi VII DPR, yaitu pariwisata yang destinasi wisatanya berada di sekitar Raja Ampat.

Rico pun mengutip UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 yang menyatakan bahwa bumi, air,  dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Seperti diketahui, sejak 1998, pemegang saham terbesar adalah gabungan perusahaan asing yang bekerja di sana. Sedikit saja kepemilikan saham dari Badan Usaha Milik Negara. Sekarang ini sudah dikuasai 100% sudah dikuasai oleh Badan Usaha Milik Negara, yaitu PT Antam.

"Dan ini perusahaan negara yang sudah menguasai 100%, sekarang mereka sudah melakukan pertambangan. Dari kajian kami, analisa kami, logika sederhananya saja, bahwa aturan sudah dilakukan terkait dengan pertambangan, yaitu apa yang mereka telah buka, mereka sudah melakukan penghijauan dan sebagainya," jelas Rico.

Bukan hanya itu, tambah Rico, penghijauan mereka lakukan, diawasi betul oleh Kementerian ESDM, punya dam untuk menampung limbah yang sudah diverifikasi.

"Di sana ikan hidup. Oleh karenanya terkait itu juga sudah disampaikan oleh LHK bahwa tidak ada pencemaran di sana, hanya minor-minor saja yang ada di sana. Begitu pun dengan pajak, PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) mereka tertib membayarnya kepada negara, itu ada laporannya juga," terang Rico.

Terkait dengan kemanfaatan kekayaan alam yang sebesar besarnya untuk rakyat, Rico memberikan banyak bukti nyata yang sudah dilakukan PT Gag. Misalnya bantuan pembangunan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, PT Gag memberikan beasiswa bagi siswa SD, SMP, SMA, SMK termasuk mahasiswa S1 yang sedang menyelesaikan skripsi.

"Jangan lupa, penghargaan Global Geopark yang disandang Raja Ampat itu salah satu andil usaha PT Gag yang saat itu diterima di Maroko," terang Rico.

Hal lain yang sudah dilakukan PT Gag, misalnya sektor kesehatan melalui pendirian posyandu yang terus berjalan. Pencegahan dan penurunan stunting yang nyaris menyentuh angka nol.

"Terkait dengan mencerdaskan kehidupan bangsa, PT Gag juga telah membagikan starlink (internet) di tiap kampung di Raja Ampat. Ini harus diapresiasi bahwa PT Gag sudah melaksanakan amanah, aturan, dan nilai-nilai pertambangan yang nantinya terus memperbaiki diri dengan menjalankan amanah UUD 1945, yang implementasinya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat yang sudah digunakan melalui CSR," tukas Rico.

Ke depan, Rico berharap akan lebih besar lagi pembangunan infrastruktur kepariwisataan di Raja Ampat, sehingga memperbesar penerimaan negara dari sektor tersebut.

"Ini menandakan negara hadir melalui perusahaan milik negara. Jadi tidak ada lagi yang perlu diperdebatkan, karena ini semua sudah menyelamatkan pemilik hak ulayat dari gugatan hukum, bila hal seperti ni terus berlangsung," tegas Rico. 

Kemudian, tambah Rico lagi, tetap terjaganya kelestarian alam yang terjamin sehingga destinasi wisata dunia yang dimiliki Raja Ampat, Papua Barat Daya, Indonesia itu tetap terjaga di mata dunia.

"Yang harus diingat betul adalah, bahwa pertambangan hanya menguntungkan segelintir pihak, tapi kerusakan lingkungan akan berkepanjangan dirasakan antargenerasi. Yang penting hari ini adalah membangun pariwisata di Raja Ampat tanpa melupakan wilayah adat yang akan mendapat insentif sebagai garda terdepan yang menjaga darat laut dan udara," tegas Rico.(RO/*)

Share: