JAKARTA (30 Juni): Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait model pemilu nasional dan pemilu lokal kontradiktif dengan putusan sebelumnya.
"Putusan MK ini kita bandingkan dengan putusan MK sebelumnya terkesan kontradiktif, karena sebelumnya pada 2019 MK memberikan putusan yang dalam pertimbangan hukumnya, memberikan guidance kepada pembentuk undang-undang untuk memilih satu dari enam model keserentakan pemilu," ungkap Rifqi, sapaan Rifqinizamy, di Jakarta, Senin (30/6/2025).
Menurutnya, keserentakan pemilu sudah dilaksanakan pada 2024 yang lalu. Tetapi kemudian pada 2025, MK tiba-tiba megeluarkan putusan mengenai pemilu nasional dan lokal.
"Bukan memberikan peluang kepada kami sebagai pembentuk undang-undang untuk menetapkan satu dari enam model di dalam revisi UU Pemilu, tetapi MK sendiri yang menetapkan salah satu model," ujarnya.
Menurut legislator Partai NasDem itu, penormaan MK tersebut berpotensi memberi tafsir, bahkan melanggar konstitusi.
Lebih lanjut Rifqi menegaskan, DPR RI sejauh ini belum menyatakan sikap resmi dan sedang menelaah putusan MK tersebut.
"DPR belum memberikan pernyataan resmi, izinkan kami melakukan penelaahan secara serius terhadap putusan Mahkamah Konstitusi tersebut," kata Rifqi.
Ia menilai perlu penelaahan mendalam dengan mengedepankan prinsip miningful participation terhadap putusan MK itu.
"Di pertemuan tadi pagi yang dipimpin Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, juga diundang sejumlah pakar dan pegiat pemilu. Mereka kami berikan kesempatan yang sangat leluasa menyampaikan pikirannya, pandangannya dengan desain pemilu ke depan. Kalau miningfull participation di DPR kami jamin akan kami lakukan." tukasnya. (Yudis/*)