DAIK (8 Maret): Dalam kunjungan kerjanya ke Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, Selasa-Kamis (2-4/3), Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai NasDem Rachmad Gobel, meninjau pabrik pengolahan sagu.
Dalam kunjungan yang didampingi Direktur Pusat Teknologi Agroindustri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Arief Arianto, Rachmad Gobel juga ditunjukkan produk-produk yang dibuat dari limbah sagu hasil industri rumah tangga ibu-ibu, mulai dari sabun cuci hingga sanitizer.
Seperti diketahui, di Lingga, tanaman sagu sudah menjadi tanaman budidaya yang sudah turun temurun. Walau usia panen pohon sagu butuh waktu hingga tujuh tahun, pasokan selalu tersedia. Tepung sagu merupakan basis bahan pangan dan penganan tradisional.
“Makanan yang berasal dari tepung sagu indeks glikemiknya lebih rendah dibandingkan dengan makanan dari tepung gandum,†kata Arief.
Ditambahkan Arief, indeks glikemik adalah angka yang menunjukkan potensi peningkatan gula darah dari karbohidrat yang tersedia pada suatu pangan. Indeks glikemik tepung gandum berkisar 70 dan mi gandum sekitar 48. Sedangkan indeks glikemik tepung sagu sekitar 65 dan mi sagu 28.
"Ini berarti waktu yang dibutuhkan untuk mengubah karbohidrat menjadi glukosa (gula) pada tepung sagu lebih lambat daripada tepung gandum. Hal ini bagus bagi orang yang ingin mengontrol gula darahnya maupun bagi yang bermasalah dengan kolesterol. Hal ini juga bagus untuk kesehatan jantung maupun untuk keseimbangan berat badan," papar Arief.
Dalam kesempatan tersebut Rachmad Gobel memaparkan, hingga kini Indonesia merupakan importir gandum terbesar di dunia, khususnya dibuat menjadi mi. Akibat impor yang besar ini, devisa negara tersedot cukup besar untuk impor gandum.
Legislator NasDem Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan DPR itu mengatakan, impor gandum Indonesia sekitar 10,7 juta ton pada tahun 2019 atau sekitar US$2,8 miliar. Dengan mengembangkan industri yang berhulu tepung sagu itu maka Indonesia bisa hemat devisa negara.
“Kita harus mulai bisa memproduksi mi dari tepung sagu. Ini lebih sehat dan lebih baik,†kata wakil rakyat dari dapil Gorontalo tersebut di hadapan bupati, wakil bupati, dan para pejabat di lingkungan Pemkab Lingga.
Pada tahun 2020, berdasarkan estimasi Kementerian Pertanian, produksi tepung sagu Indonesia sekitar 472 ribu ton. Riau adalah produsen terbesar, sekitar 374 ribu ton. Sedangkan Papua 67 ribu ton dan Maluku sekitar 9 ribu ton. Angka itu jauh di bawah tepung gandum. Namun jika konsumsi meningkat maka produksi akan mengiringinya. Pekerjaan rumahnya adalah pada pembudidayaannya yang harus digalakkan.
Satu pohon sagu bisa menghasilkan 150-300 kg tepung sagu. Penggalakan penganan dari sagu juga akan menyerap tenaga kerja yang besar serta menyejahterakan rakyat desa, khususnya di daerah-daerah remote yang selama ini tertinggal seperti di Papua, Maluku, Sulawesi, dan Riau serta Kepulauan Riau. Mereka inilah yang sudah terbiasa dengan tanaman sagu.
“Dengan menggalakkan mi sagu ini menunjukkan kemampuan kita dalam mengangkat kearifan lokal,†pungkas Gobel. (RO/*)