Berita

Pelecehan Seksual Santri Dorong Pengesahan RUU TPKS

JAKARTA (24 September): Kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pondok pesantren di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel) membuat anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Taufik Basari gregetan, karena korbannya mencapai 26 santri di bawah umur.

"Inilah mengapa RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) ini perlu disahkan. Karena kekerasan seksual kadang terjadi oleh orang terdekat. Karena itu harus dibangun kesadaran untuk melakukan pencegahan sekaligus mekanisme perlindungan kepada korban," ujar Taufik Basari dalam keterangan tertulisnya, Jumat (24/9).

Pelaku pelecehan adalah JN berusia 22 tahun. JN merupakan pengasuh sekaligus pengajar ponpes itu tega melecehkan para santrinya. Hingga kini, sudah ada 26 korban berumur 12 hingga 13 tahun yang mengaku dilecehkan JN.

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai NasDem itu meyakini para korban mengalami trauma berkelanjutan. Oleh karena itulah, maka peristiwa itu menjadi pendorong untuk membahas dan mengesahkan RUU TPKS.

Taufik menjelaskan, salah satu poin yang didorong dalam RUU TPKS adalah pemberatan hukuman kepada para pelaku yang merupakan pihak yang diberikan tanggung jawab untuk melindungi orang lain seperti guru.

Di pesantren, kata Legislator NasDem itu, musyrif atau pengasuh kamar, guru agama, merupakan orang tua atau orang terdekat dari santri.

Karena itu, lanjut Taufik, kalau terjadi kekerasan seksual lantaran adanya ketimpangan relasi kuasa. Relasi kuasa dalam kekerasan seksual merupakan unsur yang dipengaruhi oleh kekuasaan pelaku atas ketidakberdayaan korban. Nah, oleh karena itulah ketika seseorang diberikan amanah untuk menjaga orang lain, dalam kasus ini gurunya, maka harus ada pemberatan hukuman.

"Karena sudah diberikan kepercayaan, tetapi kepercayaan yang sudah diberikan malah dipakai untuk melakukan kekerasan seksual," imbuhnya.

Disinggung mengenai pemberatan hukuman, Taufik mengaku hingga saat ini belum dibahas lantaran Baleg masih dalam proses menerima berbagai masukan dari fraksi-fraksi maupun masyarakat, serta organisasi yang konsen dalam masalah itu. Dari masukan itu, nanti akan dibahas lagi hingga menjadi draf final.

Legislator NasDem dari Dapil Lampung I (Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Barat, Tanggamus, Pesawaran, Kota Bandar Lampung, Kota Metro, Pringsewu, Pesisir Barat) itu berharap akhir tahun ini RUU TPKS bisa selesai bahkan ingin menjadi kado istimewa di Hari Ibu pada 22 Desember. Tapi, dia mengingatkan tergantung dari dinamika yang terjadi.

Taufik juga berharap tidak ada prokontra lagi mengenai RUU TPKS. Kalaupun ada perdebatan itu terkait dengan hal-hal yang substansi seperti apa saja yang perlu diatur dan bagaimana pemberatannya.

"Jadi bukan lagi soal RUU ini pesanan Barat lah, mendukung LGBT lah, yang justru tidak ada dan tidak relevan di RUU TPKS ini," tutupnya.(RO/*)

Share: