JAKARTA (29 September): Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah menyepakati RUU Pendidikan Kedokteran (Dikdok) menjadi usul inisiatif DPR RI. Keputusan tersebut mengemuka dalam Rapat Pleno Pengambilan Keputusan Hasil Penyusunan RUU Dikdok di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (29/9).
"Nantinya usulan RUU ini akan merevisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Dikdok," ungkap Willy Aditya, Ketua Panja RUU Dikdok.
Sebelumnya Legislator NasDem itu mengatakan, Baleg DPR telah membentuk Panja dan melakukan pembahasan secara intensif pada tanggal 15, 23, dan 27 September 2021, kemudian memutuskan untuk menyepakati beberapa hasil penyusunan RUU tersebut secara garis besar.
“Tentu spirit pertama yang ingin kita kembalikan itu mengenai sumpah dokter harus mengutamakan kemanusiaan. Kita ingin mengembalikan spirit humanisme di dalam pendidikan kedokteran ini," tegas Willy.
Wakil Ketua Fraksi NasDem DPR RI itu menambahkan, setelah melakukan beberapa kali rapat dengar pendapat umum (RDPU) dan menyerap aspirasi, didapatkan fakta bahwasanya dokter layanan primer (dokter umum tingkat awal) merupakan kompetensi layanan primer yang terdapat di dalam kurikulum pendidikan dokter dan dokter gigi.
"Ini juga menjadi concern kita,†kata Willy.
Willy juga menerangkan, yang patut direvisi selanjutnya dalam UU 20/2013 adalah agar uji kompetensi kedokteran tidak lagi menjadi salah satu syarat kelulusan studi dokter.
“Kita akan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)/AEC (ASEAN Economic Community) bahwa ada pembukaan universitas atau fakultas kedokteran dari kampus luar negeri dan dokter-dokter dari Asia Tenggara bisa berpraktik di sini. Ini yang menjadi concern kita kenapa ini patut direvisi,†jelasnya.
Wakil rakyat dari Dapil Jawa Timur XI (Bangkalan, Sumenep,Sampang, Pamekasan) itu juga menegaskan, dalam UU Dikdok baru, Panja menginginkan adanya afirmasi dalam bentuk alokasi dan biaya kepada dokter yang mengabdi di daerah 3T (Terluar, Terdepan, Tertinggal). Menurutnya, selama ini alasan lulusan dokter-dokter menolak ditempatkan di daerah terluar adalah karena mereka tidak diberikan keberpihakan dukungan anggaran yang jelas.
“Maka kita ingin memberi afirmasi di dalam bentuk alokasi dan biaya. Kalau orang ditempatkan di 3T, kalau tidak ada afirmasi dan alokasi mereka tidak akan mau. Jadi itu yang menjadi concern kami, untuk kemudian pembentukan perguruan tinggi kedinasan ini belajar dari beberapa negara, ini juga tidak menutup kemungkinan,†tandasnya. (dpr.go.id/*)