JAKARTA (13 Oktober): Perlu masukan dari berbagai pihak untuk mendapatkan gambaran kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya, sebelum memutuskan pembahasan wacana amendemen UUD 1945. Hasil survei Indikator menyebutkan sebagian besar masyarakat belum membutuhkan amendemen UUD 1945.
"Merespon wacana amendemen yang berkembang saat ini, kami melibatkan lembaga survei untuk memotret apa yang benar-benar menjadi keinginan masyarakat saat ini," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi publik bertema Menilai Urgensi Amendemen Ke-5 UUD 1945, Sudahkah Berlandaskan Kepentingan Bangsa? yang digelar Fraksi Partai NasDem MPR RI di Tangerang, Banten, Rabu (13/10).
Menurut Lestari yang akrab disapa Rerie, pertanyaan yang penting untuk dipastikan dalam merespon wacana amendemen dengan agenda memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) pada salah satu pasal UUD 1945 adalah apakah benar amendemen itu merupakan keinginanan sebagian besar masyarakat Indonesia.
Apalagi, menurut Rerie, wacana amendemen itu merupakan warisan dari keanggotaan MPR RI periode sebelumnya, yang sudah pasti kondisi saat itu berbeda dengan saat ini.
Diskusi publik itu, ujar Rerie, merupakan bagian upaya Fraksi Partai NasDem MPR untuk menajamkan dan mendalami kebutuhan masyarakat yang berkembang saat ini.
Ketua Fraksi Partai NasDem MPR RI, Taufik Basari mengatakan, mengubah UUD atau amendemen UUD bukanlah hal yang tabu, karena dibenarkan oleh UUD 1945 yang membuka peluang untuk itu.
Yang menjadi persoalan, ujar Taufik, apa yang mendorong wacana untuk melakukan amendemen ke-5 UUD 1945. Tentunya, harus ada alasan kuat yang benar-benar datang dari rakyat.
"Karena konstitusi ini milik rakyat. Sesuai arahan Ketua Umum Partai NasDem Bapak Surya Paloh, kami harus bertanya kepada masyarakat untuk mengetahui apa yang diinginkan mereka," ujar Taufik.
Melalui kerja sama dengan lembaga survei Indikator, ujar Taufik, Fraksi Partai NasDem MPR RI mencoba mendapatkan gambaran keinginan masyarakat saat ini.
Pada kesempatan tersebut, Direktur Indikator, Burhanudin Muhtadi mengungkapkan, dari hasil survei yang dilakukan Indikator pada September 2021, terungkap bahwa 69% kelompok elite dan 55% responden publik yang disurvei menyatakan belum saatnya dilakukan amendemen UUD 1945.
Menurut Jacob Tobing, yang berpengalaman sebagai Pantia AdHoc (PAH) MPR, usulan amendemen yang mengemuka saat ini seperti punya agenda tersembunyi yang dibuat oleh para elite.
Karena, katanya, biasanya perubahan konstitusi itu, melalui proses dan kondisi kedaruratan terlebih dulu. Namun, saat ini tidak ada kondisi darurat, tetapi muncul usulan amendemen.(*)