Berita

NasDem Minta PKPU tentang Keterwakilan Perempuan tidak Diubah

JAKARTA (19 Mei): Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Saan Mustopa, menilai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 yang berpolemik terkait keterwakilan perempuan pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2024 tak perlu diubah atau direvisi.

Ketentuan mengenai kerterwaklin perempuan harus tetap sama seperti yang diatur PKPU Nomor 6 Tahun 2018. Mengubah aturan itu dinilai bakal menimbulkan konsekuensi pada berkurangnya keterwakilan perempuan.

"Kalau misalnya tiba-tiba dalam proses perjalanannya ada revisi dan sebagainya, tentu banyak konsekuensi terhadap kita semua, khususnya mengenai keterwakilan perempuan yang diamanatkan UU Pemilu minimal 30%," kata Saan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/5).

Sekretaris Fraksi Partai NasDem DPR RI itu mengatakan, partai politik peserta Pemilu 2024 sejatinya patuh pada beleid tersebut dalam mengupayakan keterwakilan perempuan.

"Kita juga ingin melakukan penguatan agar yang namanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam politik itu bisa kita wujudkan. Sudah tiga kali pemilu politik afirmasi ini kita terapkan, kita lalui," ujarnya.

Ketua DPW NasDem Jawa Barat itu juga menuturkan Partai NasDem selalu berkomitmen melibatkan banyak perempuan, termasuk pada Pileg 2024. Bahkan, bakal caleg perempuan dari Partai NasDem yang didaftarkan ke KPU melebihi 30%.

"Artinya, dari semua proses yang kita lalui, komitmen keberpihakan terhadap perempuan kita selalu komit, tidak usah diragukan ini," ucap Saan.

Di sisi lain, Komisi II DPR telah memutuskan PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tak perlu direvisi. Keputusan itu diambil setelah mendengar pendapat dari sembilan fraksi di DPR.

Sebelumnya,  KPU merevisi PKPU 10/2023, khususnya norma Pasal 8 ayat (2) mengenai ketentuan penghitungan 30% yang memungkinkan keterwakilan perempuan di bawah 30%.

Dalam revisi tersebut KPU membuka kemungkinan pembulatan desimal ke bawah jika perhitungan 30% keterwakilan perempuan menghasilkan angka desimal kurang dari koma lima. Hal itu berbeda dengan beleid sejenis yang berlaku pada Pemilu 2019, yaitu PKPU Nomor 6 Tahun 2018, yang menerapkan pembulatan desimal ke atas.

Sebagai contoh, jika di suatu dapil terdapat 8 caleg, maka jumlah 30% keterwakilan perempuannya adalah 2,4. Karena angka di belakang desimal kurang dari 5, maka berlaku pembulatan ke bawah. Akibatnya, keterwakilan perempuan dari total 8 caleg di dapil itu cukup hanya 2 orang dan itu dianggap sudah memenuhi syarat.

Padahal, 2 dari 8 caleg setara 25% saja, yang artinya belum memenuhi ambang minimum keterwakilan perempuan 30%. (medcom/*)

Share: