JAKARTA (27 Mei): Anggota Komisi VI DPR RI, Asep Wahyuwijaya, menekankan agar pemerintah tidak tergesa-gesa mewacanakan bantuan modal untuk Koperasi Merah Putih dari bank-bank Himbara tanpa terlebih dahulu membangun ekosistem dan kesadaran kolektif masyarakat mengenai urgensi koperasi itu sendiri.
"Pendekatan pembangunan koperasi seharusnya dimulai dari bawah (bottom-up), bukan dengan pendekatan struktural yang instan dan mengiming-imingi bantuan modal tanpa mendorong budaya berkoperasinya tumbuh di masyarakat," ungkap Asep dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR dengan Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi beserta jajarannya, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (26/5/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Asep mengingatkan bahwa spirit Presiden Prabowo itu sesungguhnya menegaskan pentingnya pemberdayaan ekonomi rakyat dalam bentuk koperasi yang harus dilatarbelakangi oleh satu kesadaran yang kuat.
"Muatan komunikasi yang intensif terkait dengan urgensi koperasi dan dorongan pembentukan Koperasi Merah Putih yang masif ini harus tetap diletakan pada penyebaran pemahaman soal prinsip, nilai-nilai dan manfaat koperasi untuk rakyat," papar legislator NasDem dari Dapil Jawa Barat V (Kabupaten Bogor) tersebut.
"Jadi, jangan belum apa-apa sudah digembar-gemborkan ada bantuan miliaran dari bank Himbara," tukas Kang AW, sapaan akrab Asep Wahyuwijaya.
Ketua Bidang Energi Sumber Daya Mineral DPP Partai NasDem itu mengkhawatirkan skema bantuan instan dari bank kepada Koperasi Merah Putih yang baru didirikan.
Menurut Asep, hal itu sebagai pelanggaran terhadap nilai-nilai koperasi dan berpotensi memunculkan penyalahgunaan terhadap bantuan yang diberikan.
"Modal dasar koperasi itu kan dari iuran wajib, iuran pokok hingga iuran sukarela. Jenis usahanya pun secara mandiri dan otonom ditentukan oleh para anggota. Sedangkan permodalan bank itu sendiri sifatnya menjadi relatif dan diajukan saat mereka memerlukan pengembangan atas usaha yang sudah dijalankan. Jadi tidak serta merta saat koperasi baru didirikan mereka langsung mengajukan proposal bantuan permodalan, selain belum tentu bankable, bantuan itu pun berpotensi disalahgunakan," terang Kang AW.
Alumnus Unpad Bandung itu menekankan pentingnya kajian teknokratik yang mendalam dari Kementerian Koperasi sebelum membuat kebijakan besar seperti Koperasi Merah Putih.
Menurutnya, pemerintah harus membedakan antara mendirikan koperasi baru, memperkuat koperasi yang sudah ada, atau mengembangkan model koperasi yang bisa menjadi contoh.
"Saat ini, pemerintah sebaiknya tidak hanya mendorong pembentukannya saja, tetapi secara bersamaan pemerintah pun mestinya melakukan pendampingan dan pemetaan terhadap koperasi tersebut. Misalnya dari sisi jenis dan model bisnisnya agar fokusnya tidak hanya pada sisi kuantitas tapi secara kualitatif pun kita terpantau sepenuhnya," tukas Kang AW.
Lebih tegas Kang AW menuturkan, keberhasilan pemerintah dalam membangun koperasi yang masif dan secara kualitatif pun unggul bisa menjadi preseden positif dalam membangun kesadaran dan antusiasme warga untuk berkoperasi.
"Jika hal ini bisa dilakukan pemerintah, maka saya meyakini keberhasilan Koperasi Desa Merah Putih sebagai instrumen strategis usaha bersama warga,” pungkasnya. (RO/*)