JAKARTA (2 Juni): Legislator dari Partai NasDem, Rajiv, menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada pemerintah atas capaian stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang menembus 4 juta ton.
Menurutnya, capaian itu merupakan tonggak penting dalam penguatan ketahanan pangan nasional, serta sinyal bahwa sektor pertanian mampu bangkit di tengah tantangan global yang kompleks.
“Saya mengapresiasi langkah konkret dan terobosan yang telah dilakukan Kementerian Pertanian. Empat juta ton bukan angka kecil. Ini adalah capaian yang menunjukkan bahwa Indonesia sedang berada di jalur yang tepat menuju kedaulatan pangan,” ujar Rajiv dalam keterangannya di Jakarta, Senin (2/6/2025).
Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai NasDem itu menilai keberhasilan tersebut tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang berpihak pada petani. Mulai dari peningkatan kuota pupuk bersubsidi, reformasi distribusi pupuk agar lebih tepat sasaran, hingga penetapan harga gabah minimal Rp6.500 per kilogram.
“Kebijakan tersebut bukan hanya membantu produktivitas, tetapi juga memberikan insentif psikologis kepada petani bahwa negara hadir mendukung kerja keras mereka,” tambahnya.
Rajiv juga memuji keberhasilan serapan beras oleh Perum Bulog yang mencapai 2,429 juta ton per akhir Mei 2025, angka tertinggi dalam 57 tahun terakhir.
Ia menyebut capaian itu menjadi pembuktian bahwa produksi dalam negeri, jika dikelola dengan tepat, mampu mencukupi kebutuhan nasional tanpa bergantung pada impor.
Meski demikian, Rajiv mengingatkan pentingnya langkah evaluasi sebagai bagian dari penguatan tata kelola pangan.
Menurutnya, lonjakan stok belum tentu linier dengan stabilitas harga di pasar atau keterjangkauan beras bagi masyarakat di seluruh pelosok negeri.
“Distribusi harus dikawal ketat, jangan sampai stok tinggi tapi harga tetap mencekik rakyat kecil, terutama di daerah-daerah yang sulit akses,” ujar legislator yang dikenal dekat dengan petani dan nelayan itu.
Terkait wacana ekspor beras, Rajiv menyarankan pemerintah lebih berhati-hati. Ia menyambut baik terbukanya peluang ekspor, seperti permintaan dari Malaysia, namun mengingatkan bahwa kebutuhan domestik harus menjadi prioritas utama.
“Kita jangan tergoda mengejar surplus ekspor tanpa terlebih dahulu menjamin bahwa dapur-dapur rakyat di pelosok negeri sudah benar-benar aman dari kelangkaan atau lonjakan harga,” ujarnya.
Rajiv juga menekankan pentingnya diversifikasi pangan sebagai bagian dari strategi jangka panjang.
“Ketahanan pangan tidak bisa hanya bergantung pada beras. Kita harus mulai serius mendorong komoditas lokal yang lain seperti sorgum, jagung, dan umbi-umbian yang sesuai dengan kearifan lokal setiap wilayah,” katanya. (Kabul/*)