MAKKAH (12 Juni): Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI, Lisda Hendrajoni, kecewa sekaligus prihatin terhadap penyelenggaraan ibadah haji 2025 yang dinilai penuh masalah. Menurutnya, hal itu bukan semata masalah teknis, melainkan kegagalan sistemik.
"Kami mendorong audit terbuka dan transparan terhadap semua penyedia layanan. Kemudian pembentukan panja (panitia kerja) khusus untuk evaluasi haji 2025," kata Lisda dalam keterangannya, Kamis (12/6/2025).
Lisda menguraikan berbagai masalah yang ada dalam penyelenggaraan haji tahun ini. Titik kegagalan yang paling serius adalah masalah transportasi bagi jemaah. Keterlambatan dan kegagalan koordinasi menyebabkan kekacauan, terlebih dengan kondisi kelelahan yang dialami jemaah, ditambah suhu yang sangat panas.
"Keterlambatan bus secara masif, khususnya saat perpindahan dari Muzdalifah ke Mina menyebabkan ribuan jamaah, termasuk lansia harus berjalan kaki dalam cuaca yang ekstrem, kelelahan. Ini jelas sangat membahayakan keselamatan dan juga kesehatan jemaah," urai Lisda.
Lisda juga menyoroti sistem syarikah yang menurutnya sangat tidak optimal dalam pelayanan. Sistem tersebut tidak transparan dalam penunjukan, kontrak, hingga pengawasan. Komunikasi dan koordinasi masih sangat lemah.
Ada delapan syarikah yang ditunjuk Kerajaan Arab Saudi untuk melayani jemaah haji Indonesia. Namun yang menjadi masalah, kata Lisda, pembagian jemaah ke syarikah tidak sesuai dengan kloter dari Indonesia.
"Jadi satu kloter itu bisa dipecah menjadi delapan syarikah, terpisah-pisah. Misalnya Sumatera Barat kloter enam dipisah, jadi di syarikah A, syarikah B, syarikah C. Nah itu memungkinkan terjadinya perpisahan antara keluarga, suami istri, orangtua dengan anak. Satu kloter mestinya tidak boleh dipisah," tandasnya.
Anggota Komisi VIII DPR itu juga melihat adanya masalah dalam penyediaan makanan atau katering. Mulai dari keterlambatan distriusi, rendahnya kualitas, porsi yang tidak sesuai dengan standar gizi, hingga menu yang kurang cocok dengan jamaah Indonesia.
"Jadi yang harusnya makanan datang jam 11, dia datang jam 3 sampai jam 4. Yang harusnya datang dari pagi, sarapan, datangnya jam 11 atau 12. Kemarin itu mereka sepertinya sempat salah komunikasi. Jadi kita minta makanan ke syarikah, ternyata setelah selesai Armuzna itu bukan tanggung jawab syarikah lagi, sudah kembali ke BPKH. Tapi BPKH seperti tidak siap, jadi terlambat," ujarnya.
Akomodasi untuk para jemaah juga menjadi perhatian karena banyak yang tidak layak. Penginapan banyak yang sempit dan terlalu jauh dari lokasi ibadah. Hal itu tentu memberatkan, terutama bagi jemaah lansia.
Lisda mendesak agar pemerintah, khususnya Kementerian Agama melakukan evaluasi total. Tahun ini merupakan tahun terakhir Kemenag menjadi penyelenggara haji dan akan digantikan Badan Penyelenggara Haji (BPH) untuk ke depan.
"Nah tentu saja kita berharap apa yang menjadi permasalahan selama ini, khususnya tahun ini, tidak terjadi lagi di tahun-tahun yang akan datang. Kita berharap BPH betul-betul dapat mempelajari lebih dalam tentang permasalahan yang ada sehingga ke depan tidak terjadi lagi permasalahan yang sama," tandasnya.
"Penyelenggaraan haji adalah tanggung jawab besar negara dan tidak boleh ada lagi jemaah yang menjadi korban dari sistem yang tidak siap. Reformasi total dalam manajeman haji ini adalah suatu keharusan," tukas Lisda. (Yudis/*)