JAKARTA (26 Juni 2025): Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Erna Sari Dewi, menyoroti minimnya program-program Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif dalam kerangka Asta Ekraf untuk mendukung ekosistem ekonomi kreatif Tanah Air.
“Pemerintah mengklaim telah menjalankan program-program dalam kerangka Asta Ekraf. Namun distribusi program berdasarkan tahapan rantai nilai menunjukkan pola yang tidak seimbang dan berisiko jangka panjang,” ungkap Erna dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR dengan Menteri Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Erna menyoroti bahwa proporsi kegiatan Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif masih berfokus pada tahap awal, yaitu kreasi dan produksi, masing-masing sekitar 30%.
“Namun, distribusi hanya mencapai 21 persen dengan tantangan berupa kurangnya dukungan promosi dan akses pasar yang memadai. Bahkan, tahap konsumsi lebih rendah hanya 4 persen,” ujar Erna.
Menurutnya, dominasi kegiatan pada tahap hulu tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar program masih berhenti pada fase pra-produksi. Padahal, tantangan terbesar justru dihadapi pelaku ekonomi kreatif di tahap hilir, yakni dalam mengakses pasar dan memonetisasi produk mereka. Ia juga menyoroti rendahnya capaian program pembiayaan.
“Hingga semester I 2025 hanya 60 pelaku ekraf yang difasilitasi pembiayaan. Tentu ini jauh dari memadai, mengingat ada jutaan pelaku ekraf dan sektor informal,” tandasnya.
Erna pun mempertanyakan pendekatan pembiayaan yang digunakan pemerintah sejauh ini. Ia menekankan pentingnya perluasan akses pembiayaan yang inklusif.
“Kita berharap pembiayaan berbasis hak kekayaan intelektual (HKI) bisa inklusif terhadap pelaku ekraf, disabilitas, dan komunitas adat," tukas Erna. (Yudis/*)