JAKARTA (26 Juni): Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menyambut baik pemanfaatan minyak jelantah dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai bahan bioavtur. Namun, pemerintah diingatkan agar hasil penjualan minyak jelantah dilakukan secara transparan.
“Langkah ini bagus, mendukung gerakan keberlanjutan dan ekonomi hijau. Dengan dijual untuk menjadi bioavtur, tentu ada kebermanfaatan baru. Kita dukung dan kita harus fair, kalau memang programnya baik, kita apresiasi. Tapi kalau ada catatan, tentu harus dievaluasi," kata Nurhadi, Kamis (26/6/2025).
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengatakan bahwa setiap bulan, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) rata-rata menggunakan 800 liter minyak goreng untuk memasak MBG. Dari 800 liter tersebut, sebanyak 550 liter atau 71% menjadi jelantah.
Menurutnya, minyak jelantah dapat ditampung untuk dijual atau diekspor ke pihak-pihak yang membutuhkan bioavtur. Minyak jelantah hasil program MBG dapat dijual kembali untuk bioavtur dengan harga Rp7.000 per liter.
Nurhadi mendukung gagasan BGN tersebut. Namun, ia mengingatkan agar pemerintah menjamin kejelasan alur dan tujuan dari hasil penjualan minyak jelantah tersebut.
“Harus jelas, hasil penjualannya ke mana? Apakah dimasukkan sebagai tambahan pemasukan untuk SPPG? Kalau iya, uang itu digunakan untuk apa? Jangan sampai menimbulkan celah penyalahgunaan,” ujar Nurhadi.
Nurhadi mewanti-wanti agar minyak jelantah bekas MBG tidak digunakan kembali untuk konsumsi masyarakat. Sebab, hal itu sama saja dengan memperlakukan masyarakat rentan sebagai sasaran limbah pangan.
“Bantuan pangan bukan tempat uji coba limbah. Masyarakat kurang mampu juga berhak atas pangan yang aman dan bermartabat. Minyak jelantah tak layak dijadikan bantuan, meski murah,” tegasnya.
Lebih lanjut, Nurhadi mendorong pemerintah untuk membuat program khusus terkait pengelolaan limbah dari program MBG. Menurutnya, MBG adalah program berskala nasional yang kegiatannya berlangsung setiap hari, sehingga berpotensi menghasilkan limbah dalam jumlah besar dan beragam.
“Limbah dapur MBG itu bukan hanya minyak jelantah. Ada juga sisa makanan, sayur-sayuran yang bisa dijadikan pupuk, sampai sampah plastik dan nonorganik yang tak terurai,” tutur Nurhadi.
“Ini harus dikelola secara terstruktur agar program MBG benar-benar optimal, tidak hanya dalam aspek gizi, tapi juga lingkungan,” imbuh legislator NasDem dari Dapil Jawa Timur VI (Kabupaten Blitar, Kediri, Tulungagung, Kota Blitar, dan Kota Kediri) itu.
Nurhadi menekankan bahwa pengelolaan limbah MBG yang baik akan memperkuat ekosistem ekonomi sirkular nasional, menciptakan lapangan kerja baru, menekan pencemaran lingkungan, serta berpotensi menambah penerimaan negara dari sektor daur ulang dan energi terbarukan.
“Kalau ini dikelola dengan benar, MBG bukan hanya memberi makan anak-anak Indonesia, tapi juga memberi makan program ekonomi hijau,” tutup Nurhadi. (dpr.go.id/*)