JAKARTA (9 Juli): Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo, mengibaratkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru sebagai 'rel' yang akan memandu 'gerbong' hukum materiil (KUHP) untuk memastikan penegakan hukum bejalan lebih efektif dan adil.
"(KUHAP) berarti sudah 44 tahun, yang mana banyak norma sudah usang, bahkan kalau tidak salah ada 11 pasal yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi," kata Rudianto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/7/2025).
RUU KUHAP yang baru akan segera dibahas Komisi III DPR dengan pemerintah. Panduan hukum acara di Indonesia tersebut akan menggantikan KUHAP lama yang telah berlaku sejak 1981. Diharapkan revisi tersebut membawa banyak perubahan signifikan dalam sistem peradilan pidana di Tanah Air.
Rudianto mengatakan, salah satu poin penting yang akan dibahas dalam RUU itu adalah konsep keadilan restoratif. Menurutnya, keadilan restoratif merupakan pendekatan baru untuk menyelesaikan tindak pidana ringan secara nonlitigasi, memungkinkan pelaku dan korban mencapai kesepakatan tanpa harus melalui jalur pengadilan.
"Sebelum masuk jalur litigasi, bisa diselesaikan nonlitigasi antara pelaku dan korban. Itu satu hal, karena hari ini peraturan polisi atur, peraturan jaksa atur, peraturan Mahkamah Agung atur. Kenapa masing-masing institusi membuat peraturan? Karena belum diatur dalam hukum acara kita," jelasnya.
Selain itu, RUU KUHAP juga berupaya memperkuat peran advokat sebagai profesi mulia. Advokat diharapkan ditempatkan setara dengan penegak hukum lainnya, memastikan pendampingan hukum yang memadai bagi korban, saksi, maupun tersangka. Selama ini, sering kali warga negara tidak didampingi advokat, padahal advokat merupakan bagian penting dari caturwangsa penegak hukum.
Semangat utama RUU KUHAP, menurut Rudianto, adalah menciptakan kesetaraan antara negara (yang diwakili penegak hukum) dan warga negara. Selama ini masih terdapat ketidakseimbangan di mana warga negara yang melanggar hukum seringkali tidak mendapatkan hak-hak pembelaan yang setara.
Untuk itu, RUU itu bertujuan memberikan ruang bagi warga negara untuk diperlakukan secara adil atau melalui due process of law (proses hukum yang adil) sebelum adanya putusan pengadilan. Ini termasuk menjaga praduga tak bersalah, yang seringkali dikesampingkan oleh aparat penegak hukum.
"Ya ibarat kata the process of innocence. Praduga tak bersalah, karena sering kali dikesampingkan oleh APH (apparat penegak hukum)," terang legislator Fraksi Partai NasDem itu. (dpr.go.id/*)