Berita

Perlu Pembenahan Menyeluruh Sistem Penyelenggaraan Haji Indonesia

JAKARTA (9 Juli): Anggota Tim Pengawas Haji (Timwas) DPR RI 2025, Saan Mustopa, menekankan pentingnya pembenahan sistem haji Indonesia secara menyeluruh dan terintegrasi dengan sistem milik Pemerintah Arab Saudi. 

Saan yang juga Wakil Ketua DPR RI mengungkapkan, tingginya jumlah jemaah haji asal Indonesia yang wafat menjadi perhatian serius. Bahkan, sebagaimana disampaikan dalam Nota Diplomasi Pemerintah Saudi ke Pemerintah Indonesia, lebih dari 50% total jemaah dunia yang meninggal berasal dari jemaah haji Indonesia. 

Menurutnya, salah satu pemicu adalah lamanya masa tunggu jemaah haji yang menyebabkan banyak jemaah berangkat dalam usia lanjut dan rentan.

“Jemaah kita mendaftar di usia 50, tapi berangkatnya di usia 75 tahun, karena harus menunggu hingga 25 tahun. Akibatnya, banyak yang berangkat dalam kondisi tidak sehat, bahkan ada yang meninggal sebelum berangkat,” kata Saan dalan Rapat Evaluasi Timwas Haji 2025, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/7/2025).

Saan mengusulkan adanya sistem pemetaan kesehatan jemaah yang memungkinkan jemaah dengan kondisi fisik lebih prima diprioritaskan berangkat lebih awal. Skema itu dapat menekan angka kematian sekaligus meningkatkan citra dan evaluasi pelayanan jemaah haji Indonesia di mata Pemerintah Arab Saudi.

Selain soal kesehatan jemaah, Saan juga menyoroti aspek transportasi yang masih menjadi salah satu sumber keluhan dan ketidakefisienan pelayanan. Penggunaan kendaraan yang tidak sesuai standar dan keterlambatan penjemputan yang menyebabkan jemaah terpaksa berjalan kaki dalam kondisi cuaca ekstrim.

“Transportasi yang tidak sesuai syarat Saudi harus dibenahi. Jangan lagi pakai bus sekolah atau bus tua. Kita butuh sistem transportasi yang layak, aman, dan terintegrasi dengan sistem Arab Saudi,” tegas Saan.

Lebih lanjut, Saan mengusulkan pentingnya pembenahan Siskohat (Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu) agar benar-benar terhubung secara real time dengan sistem Arab Saudi yakni e-Hajj.

Menurutnya, integrasi penting untuk memastikan sinkronisasi data jemaah, pengaturan akomodasi, transportasi, dan pelayanan lainnya dapat berjalan efisien dan responsif.

Legislator NasDem itu juga mengangkat persoalan monopoli penyedia layanan (syarikah) yang menjadi salah satu penyebab lemahnya kontrol terhadap mutu pelayanan. Perlu adanya diversifikasi syarikah berdasarkan embarkasi, sehingga muncul kompetisi yang sehat dan meningkatkan kualitas layanan.

“Kalau hanya satu syarikah yang mengelola, tidak ada saingan, tidak ada kontrol. Kita harus dorong agar ada 14 syarikah, sesuai dengan 14 embarkasi di Indonesia. Dengan begitu, masing-masing akan bertanggung jawab terhadap wilayahnya,” jelas Saan

Ia mencontohkan syarikah MCDC yang melayani 15.000 jemaah, mampu menyediakan lebih dari 3.000 sofa bed sebagai bentuk inovasi pelayanan. Hal semacam itu bisa menjadi model yang diperluas jika ada kompetisi antar-syarikah.

Menutup pernyataannya, Saan menekankan pentingnya memutus rantai masalah klasik yang terus berulang setiap musim haji. Ia mendesak agar Indonesia menciptakan sistem haji yang adaptif terhadap dinamika dan kebijakan Arab Saudi, dengan semangat kolaborasi dan integrasi.

“Kita harus menciptakan sistem yang terintegrasi dengan Pemerintah Saudi. Itu satu-satunya cara agar kita bisa lebih cepat beradaptasi, sekaligus meningkatkan standar pelayanan jemaah kita dari Grade D menjadi setidaknya B atau bahkan A,” pungkasnya. (dpr.go.id/*)

Share: