JAKARTA (25 Juli): Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menyoroti laporan media Al Jazeera yang menyebut Indonesia saat ini menjadi salah satu negara dengan tingkat pengangguran kaum muda tertinggi di Asia.
"Kita jangan lagi bicara pertumbuhan ekonomi kalau kenyataannya rakyat justru makin kehilangan pekerjaan," kata Nurhadi, Jumat (25/7/2025).
Ia menilai laporan tersebut kontradiktif dengan target pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan berada di rentang 5,2% hingga 5,8%.
"Kami mendesak pemerintah segera menyusun strategi penurunan angka pengangguran di Indonesia, termasuk pengangguran angkatan muda,” tegasnya.
Legislator Partai NasDen itu mengingatkan bahwa ada lebih dari tujuh juta rakyat Indonesia pada 2025 yang berstatus pengangguran, bahkan satu juta di antaranya lulusan sarjana.
"Data BPS Februari 2025 mencatat masih ada lebih dari tujuh juta pengangguran terbuka. Dan jangan lupa, 65% dari mereka adalah anak-anak muda. Ini bukan angka statistik biasa, ini adalah bom waktu sosial," ujarnya.
Media internasional Al Jazeera dalam laporannya pada 18 Juli 2025, menuliskan bahwa Indonesia saat ini menjadi salah satu negara dengan tingkat pengangguran kaum muda tertinggi di Asia.
Berdasarkan data BPS, sekitar 16% dari 44 juta penduduk Indonesia berusia 15-24 tahun berstatus menganggur. Data itu menunjukkan bahwa pengangguran muda di Indonesia lebih tinggi dua kali lipat dari negara tetangga, seperti Vietnam dan Thailand.
BPS juga mencatat jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,28 juta orang pada Februari 2025. Angka itu meningkat dibandingkan Februari 2024 sebanyak 7,20 juta orang.
"Pemerintah harus berhenti bermain narasi pencitraan. Yang dibutuhkan sekarang adalah terobosan nyata dalam penciptaan lapangan kerja berkualitas, bukan lagi proyek-proyek seremonial yang hanya bagus di laporan tapi nol dampaknya di lapangan," kata Nurhadi.
Ia menyoroti upaya Kementerian Ketenagakerjaan yang belum menunjukkan hasil signifikan untuk mengurangi angka pengangguran dan menambahkan lapangan pekerjaan. Program yang dikeluarkan Kemenaker untuk mengentas pengangguran di Indonesia belum optimal.
"Saya melihat program-program ketenagakerjaan kita makin tidak nyambung dengan realitas pasar tenaga kerja. Kementerian sibuk dengan pelatihan-pelatihan, tapi lulusan pelatihannya tidak diserap industri. Ini kegagalan desain. Harus ada koreksi arah kebijakan," tegas Nurhadi.
Nurhadi mendesak pemerintah untuk menyusun strategi penurunan pengangguran yang diarahkan pada penguatan vokasi berbasis kebutuhan industri riil. Termasuk skema yang mengintegrasikan pelatihan di institusi pendidikan dan tempat kerja nyata.
Perluasan akses pelatihan kerja berbasis digital dan ekonomi hijau juga diperlukan sebagai respons terhadap arah transformasi ekonomi yang semakin terotomatisasi dan berorientasi pada keberlanjutan.
Selain itu, lanjut Nurhadi, diperlukan reformasi sistem perlindungan tenaga kerja sektor informal dan rentan, hingga jaminan sosial adaptif, kepastian hukum, dan pemberdayaan UMKM sebagai pilar penciptaan kerja rakyat.
"Pembangunan ketenagakerjaan harus didorong dengan pendekatan lintas sektor yang progresif dan antisipatif, bukan hanya kuratif," ungkapnya.
Nurhadi menyatakan, Komisi IX DPR melalui fungsi pengawasan dan penganggaran akan terus mendorong agar arah kebijakan ketenagakerjaan benar-benar sejalan dengan aspirasi generasi muda, kondisi riil lapangan, dan visi jangka panjang pembangunan nasional.
"Penurunan angka pengangguran harus menjadi pintu masuk untuk menciptakan ekosistem kerja yang bermartabat, bukan sekadar alat politik angka," tegasnya.
"Komisi IX DPR tidak akan tinggal diam. Kita akan panggil semua stakeholder, dari Kemenaker, Bappenas, hingga lembaga vokasi, untuk memastikan arah kebijakan ini berpihak pada rakyat pencari kerja bukan pada kepentingan elite yang bermain proyek," pungkasnya. (Yudis/*)