JAKARTA (31 Maret): Jangka waktu 18 bulan pelaksanaan vaksinasi yang dicanangkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin seharusnya diiringi dengan ketersediaan vaksin Covid-19 dalam jumlah yang cukup.
Hal tesebut disampaikan anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Ratu Ngadu Bonu Wulla dalam keterangan tertulis, Selasa (30/3).
"Hal itu agar tidak ada kendala dalam persediaan vaksin yang sangat dibutuhkan masyarakat untuk melawan pandemi Covid-19," kata Ratu.
Wakil rakyat dari dapil Nusa Tenggara Timur II (Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, Sabu Raijua, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Malaka, Kupang, Rote Ndao, dan Kota Kupang) itu menanggapi pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengenai stok vaksin yang datangnya tidak sesuai target.
Ratu menegaskan, saat ini ada potensi pasokan vaksin ke Indonesia terkendala pada April 2021 dengan hanya memiliki tujuh juta dosis vaksin, menyusut dari target semula 15 juta dosis vaksin.
Hal itu akibat meluasnya kembali kasus Covid 19 di India sehingga negeri itu melakukan embargo pengiriman vaksin AstraZeneca ke WHO dan GAVI (Global Alliance for Vaccine and Immunization). Situasi ini berdampak pada Indonesia tidak bisa mendapat pengiriman vaksin tersebut. India merupakan pabrik vaksin terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok.
Terkait situasi itu, tambah Legislator NasDem tersebut, dapat menjadi momentum bagi Indonesia untuk mempercepat produksi Vaksin Nusantara dan Vaksin Merah Putih.
“Target pemerintah jelas ingin proses vaksinasi ini berlangsung cepat dan tepat serta terukur. Waktu 18 bulan itu sebentar. Idealnya kita mempercepat vaksin buatan sendiri,†kata Ratu.
Namun demikian, tegasnya, tetap dibutuhkan kehati-hatian dalam proses pengembangan Vaksin Nusantara maupun Vaksin Merah Putih dengan tetap berpedoman pada protokol WHO dan memenuhi semua syarat Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sebelum vaksin tersebut bisa digunakan masyarakat.
Seperti diketahui, tambahnya, pengembangan obat dan vaksin merupakan salah satu proses yang paling teregulasi di dunia karena menyangkut kesehatan dan keselamatan manusia. Karena itu harus mengikuti secara ketat proses dan prosedur yang sudah ditentukan.
“Aspek kehati-hatian tersebut adalah bagaimana regulasi dan ketentuan lainnya yang bersifat klinis tetap menjadi standar baku dalam pengembangan vaksin Covid 19,†tambahnya.
BPOM sendiri sejauh ini belum mengeluarkan izin persetujuan penelitian uji klinis (PPUK) karena berbagai pertimbangan klinis.
“Dari regulasi standar klinis tersebut kan ada yang kurang (tidak memenuhi). Nah mari diperbaiki dan diselesaikan dengan cepat, tepat, serta terukur," pungkas Ratu.(RO/*)