JAKARTA (10 Mei): Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai NasDem, Syamsul Luthfi mendorong investor lokal menanamkan modal di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Pemerintah juga diminta adil dalam memberikan kesempatan untuk pengembangan usaha oleh pengusaha dalam negeri.
“Kalau pengusaha lokal kita berdayakan, maka dampaknya tentu akan lebih banyak juga menyerap tenaga lokal,†tegas Syamsul Luthfi dalam keterangannya, Minggu (9/5).
Legislator NasDem itu merasa miris dengan menjamurnya pengusaha dari luar negeri di Lombok. Seharusnya pemerintah mengutamakan dan memberdayakan investor lokal lebih dulu.
"Karena jelas mereka juga dianggap mampu dan bisa menggandeng orang luar yang memiliki modal," paparnya.
Kalau pengusaha lokal diberikan kesempatan, katanya, maka hasil usaha mereka juga pasti akan berputar di Lombok. Kurangnya pengusaha lokal diberikan peluang berinvestasi selama ini hanya akibat persoalan manajemen.
Legislator NasDem itu mengambil contoh manajemen lama Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) tidak mementingkan pengusaha lokal untuk digandeng di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.
"Bahkan sebelumnya beredar informasi sudah mengkapling lahan-lahan di ITDC untuk menggandeng orang-orang luar. Padahal dari segi modal pengusaha lokal juga mampu,†terangnya.
Syamsul menegaskan sampai saat ini di kawasan ITDC belum terlihat bekerja sama dengan pengusaha lokal seperti untuk mengembangkan fasilitas penginapan.
“Ini menjadi PR berat kita untuk selalu mengingatkan jajaran manajemen ITDC supaya masyarakat kita jangan menjadi penonton dan merasa asing di rumah mereka sendiri,†kritiknya.
Wakil rakyat dapil Nusa Tenggara Barat II (Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Lombok Utara, dan Kota Mataram) itu membandingkan pola investasi pariwisata dan ekonomi yang ideal seperti di Bali. Kearifan lokal Pulau Dewata tercermin dalam denyut ekonomi dan industri pariwisata.
Terlebih potensi yang ada di Lombok Tengah cukup bagus dalam pengembangan pariwisata ke depan. Apalagi saat ini menjadi perhatian Pemerintah Pusat.
“Makanya harus ada koordinasi yang baik antara pemerintah kabupaten, provinsi dan para pelaku wisata yang ada di kawasan wisata itu,†tambahnya.
Tidak bisa dipungkiri, kalau para pelaku wisata tidak terbuka memberikan informasi, maka pemerintah juga akan kesulitan mendeteksi kasus-kasus yang terjadi. Banyak investor luar yang membayar tanah warga dengan harga murah, kemudian membiarkan mangkrak setiap tahun dan tetap kumuh.
“Ini modus supaya daerah kita tidak berkembang. Makanya kita harus bersatu menyamakan persepsi. Jangan mudah dipecah-belah. Setiap orang baru masuk belum tentu juga punya niat yang baik. Jadi kita harus selektif. Semua ini juga tidak terlepas dari koordinasi antara pemerintah dan masyarakat yang masih kurang,†pungkas Luthfi.(MI/*)