Berita

Kesalahpahaman Hambat Pembahasan RUU PKS

JAKARTA (14 Juli): Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari mengatakan bahwa terdapat kesalahpahaman sejumlah kelompok masyarakat yang justru menghambat pembahasan dan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

“Menurut saya penting dalam proses yang berjalan ini kita bisa meluruskan kesalahpahaman yang terjadi. Caranya dengan dialog dan edukasi," ujar Taufik dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg DPR RI dengan sejumlah narasumber terkait penyusunan RUU PKS di Gedung DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/7).

Anggota Komisi III DPR RI itu mengatakan, RUU PKS berusaha memberikan jaminan perlindungan bagi korban kekerasan seksual, termasuk pemulihan korban. Namun, kata Taufik, ada upaya menggagalkan pembahasan RUU PKS. Salah satunya menuding RUU PKS melegalkan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) serta mendukung pergaulan bebas.

“Salah kaprah terhadap RUU ini dengan mengaitkan mendukung LGBT," kata Legislator NasDem itu.

Taufik menegaskan RUU PKS sama sekali tidak membahas isu tersebut. Sebaliknya, RUU itu justru memberikan kepastian perlindungan bagi korban kekerasan seksual.

Beleid tersebut juga menjamin pemulihan korban. Sebab, substansi yang diatur berdasarkan data, fakta, dan pengalaman korban kekerasan.

"Menurut saya pengalaman pahit korban itu adalah fakta. Dasar yang seperti ini kalau kita bicara metodologi maka ini dasar yang paling valid, sumber yang primer," kata wakil rakyat dari dapil Lampung I (Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Barat, Tanggamus, Pesawaran, Kota Bandar Lampung, Kota Metro, Pringsewu, Pesisir Barat) itu.

Menurut Taufik, hal tersebut seharusnya diperhatikan dan dibahas dalam penyusunan RUU PKS.

“Jadi bukan hal-hal yang tidak relevan yang tidak berhubungan dengan RUU ini. Misalnya isu kebebasan seksual lah, pembebasan penggunaan pakaian, ketakutan atas gerakan feminis dan sebagainya," sambungnya.

Karena itu, kesalapahaman itu harus diluruskan agar tidak terjadi salah kaprah dalam memahami RUU PKS. Ia menyebut berdasarkan data Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, kasus kekerasan selama pandemi Covid-19 masih tinggi. Sebanyak 4.849 orang mengalami kekerasan seksual sepanjang 2020.

"Dengan tingginya jumlah korban pelecehan seksual, seharusnya menjadi alarm bagi semua pihak agar mengawal dan mengesahkan RUU PKS menjadi undang-undang," tandasnya.(dpr.go.id/*)

Share: