JAKARTA (23 Agustus): Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU PKS Baleg DPR RI, Willy Aditya menegaskan, Baleg DPR berkomitmen menyelesaikan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) pada Masa Sidang I Tahun Persidangan 2021-2022.
“Target saya selaku Ketua Panja RUU PKS ini selesai di masa sidang ini. Dan saya sudah berkomunikasi juga dengan pemerintah. Pemerintah sudah membentuk task force yang diketuai Wamenkumham,†ujar Willy dalam keterangan persnya, di Jakarta, Sabtu (21/8).
Menurut Legislator NasDem itu, saat ini posisi RUU PKS sudah masuk dalam Prolegnas 2021 sebagai usul inisiatif Baleg DPR RI. Penyusunan draf RUU dan naskah akademik diperkuat dengan telah berulang kali melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), serta mempelajari catatan kritis yang terjadi pada DPR RI periode sebelumnya.
“Ini semoga bisa menjadi jalan tengahlah. Kita tentu berharap di masa sidang ini selesai. Naskah akademik kemudian dibawa ke paripurna untuk diambil keputusan,†jelas Wakil Ketua Baleg DPR RI ini.
Willy menjelaskan terdapat empat isu krusial (pro-kontra) yang terjadi dalam dinamika pembahasan RUU PKS selama ini. Pertama, terkait judul RUU, antara penggunaan terminologi ‘kekerasan seksual’ atau ‘kejahatan seksual’; kedua, tentang jenis-jenis kekerasan; ketiga, tentang persetujuan melakukan hubungan seksual (sexual consent); dan keempat, tentang kontrol dari masyarakat.
“Terkait isu pertama, kita sedang bicara tentang kekosongan payung hukum berupa tindak pidana khusus. Aparat penegak hukum memiliki legal standing sehingga bisa melakukan penindakan,†papar Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI itu.
Selain itu, terkait jenis-jenis kekerasannya apa saja, tambah Willy, dapat dilakukan harmonisasi dengan undang-undang yang sudah eksis sejauh ini yaitu di UU KUHP.
“Saya berkoordinasi dengan Kemenkumham. Mereka juga sedang mengajukan revisi RUU KUHP. Jadi biar tidak tumpang tindih, mana klausul-klausul atau pasal-pasal yang sudah ada di KUHP tidak perlu lagi masuk di RUU PKS. Jadi lebih sederhana,†jelas Willy.
Terkait dengan sexual consent, Willy menekankan RUU ini tidak mengatur hal tersebut, terlebih soal orientasi seksual. RUU ini, tegas Willy, lebih menekankan pada pencegahan dan perlindungan korban kekerasan seksual karena dinilai belum ada aturan yang khusus mengenai hal tersebut.
“Dan yang terakhir tentu kontrol sosial tidak kita hilangkan. Ini jadi sebuah kekhasan dari sosio-kultural kita, di mana ada peran keluarga, peran adat, peran masyarakat, itu sangat perlu diberikan kewenangan khusus itu,†kata wakil rakyat dari dapil Jawa Timur XI (Bangkalan, Pamekasan, Sumenep, dan Sampang) itu.
RUU PKS sudah masuk Senayan sejak DPR periode 2014-2019. Lalu, pada 2019-2024, RUU ini sempat dibahas Komisi VIII DPR namun dicabut saat evaluasi Prolegnas. Kini, RUU PKS dipercepat pembahasannya oleh Baleg DPR RI.(RO/*)