Berita

RUU EBET Jawaban Persoalan Ketergantungan Energi Fosil

YOGYAKARTA (4 November): Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto mengatakan, kehadiran RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) akan menjadi landasan bagi penggunaan dan peningkatan EBET di Tanah Air. Beleid ini sekaligus menjadi jawaban persoalan ketergantungan pada energi fosil.

"Kehadiran RUU ini menjawab persoalan ketergantungan Indonesia pada energi fosil. Sekaligus berusaha meningkatkan penggunaan energi baru dan terbarukan," ujar Sugeng dalam Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka Kunjungan Kerja Legislasi RUU EBET Komisi VII DPR RI di Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta, Kamis (3/11).

Legislator NasDem itu menjelaskan, mulanya RUU itu diusulkan Komisi VII DPR dengan nama RUU Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Dalam perkembangannya, setelah melalui proses di Baleg DPR, RUU tersebut akhirnya resmi menjadi RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).

RUU EBET telah disetujui menjadi RUU usulan DPR RI dalam Rapat Paripurna DPR, pada Selasa (14/6). Kini, DPR tengah menunggu Surat Presiden (Surpres) dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) untuk melanjutkan pembahasan RUU tersebut.

Sugeng juga mengatakan, penggunaan BBM dari bahan fosil sudah tidak sehat. Pemerintah setiap harinya mengimpor 900 ribu barel BBM untuk memenuhi kebutuhan nasional sebesar 1.580 ribu barel.

"Sumur minyak kita hanya mampu menghasilkan 500-610 ribu barel. Bila tidak ditemukan cadangan minyak yang baru, sumber minyak kita hanya bertahan sebelas tahun," urai Sugeng.

Meski sumber daya energi gas alam melimpah, imbuh Sugeng, infrastruktur jaringan gas belum memadai sehingga pemerintah masih melakukan impor dalam bentuk Liquified Petroleum Gas (LPG) dengan nilai impor mencapai Rp80 triliun. Ini untuk memenuhi kebutuhan kompor gas skala rumah tangga setiap keluarga. Cadangan batu bara dalam negeri cukup melimpah yang selama ini banyak diekspor ke luar.

"Konsumsi batu bara dalam negeri 142 juta ton per tahun untuk pembangkit listrik. Namun, menyumbang emisi karbon, padahal di sisi pemerintah terus mengurangi emisi karbon dan menargetkan nol emisi karbon pada 2060. Energi fosil sudah menjadi masalah ekonomi dan ekologi, sehingga penggunaan energi baru dan energi terbarukan jadi kebutuhan dengan target 'net zero emission' pada 2060," tandas Legislator NasDem dari Dapil Jawa Tengah VIII (Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Banyumas) itu. (dpr.go.id/*)

Share: