JAKARTA (8 Mei): Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Willy Aditya menegaskan pihaknya akan segera membahas RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Sebab, hal itu akan menjadi payung hukum yang melindungi, baik pekerja rumah tangga di dalam negeri maupun yang bekerja di luar negeri sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI).
“Selama ini kita jadi bahan cemoohan dari negara-negara yang bermasalah karena di dalam negeri saja tidak punya undang-undang untuk domestic workers," ujar Willy dalam keterangannya, Sabtu (6/5).
Willy menyatakan nantinya RUU PPRT akan menambah perlindungan bagi para Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI), khususnya PRT yang marak menjadi korban kekerasan.
“RUU PPRT bisa menambah perlindungan PMI di sektor domestic workers karena kita jadi punya undang-undang khusus,†imbuhnya.
Diketahui, RUU PPRT telah disahkan sebagai RUU inisiatif DPR RI pada Maret 2023. Saat ini, DPR tengah menunggu daftar inventarisasi masalah (DIM) dari pemerintah, untuk dibahas secara bersama-sama. Sebelum pembahasan lebih lanjut, terlebih dulu juga akan dilakukan harmonisasi dengan sejumlah peraturan perundang-undangan yang ada, antara lain terkait perizinan lembaga penyalur PRT, kewenangan pemerintah pusat dan daerah, jaminan sosial, dan pemidanaan/sanksi.
“Pemerintah sudah menyatakan akan mengirimkan DIM saat pembukaan masa sidang DPR. Semoga prosesnya akan berjalan dengan cepat,†kata legislator Partai NasDem itu.
Kasus kekerasan terhadap PMI semakin banyak terjadi. Belum lama ini, PMI asal Banyuwangi, Jawa Timur menjadi korban penganiyaan hingga eksploitasi di Malaysia oleh majikannya. Tubuh korban disiram air panas, disetrika dan matanya lebam akibat dipukul. Mirisnya lagi, PMI tersebut tidak mendapatkan upah yang sudah dijanjikan selama bekerja.
Nasib Dede Asiah Awing Omo asal Kabupaten Karawang pun tak jauh berbeda. Ia berangkat ke Turki namun justru dijual ke Suriah oleh agen penyalurnya untuk dijadikan budak. Pekerjaannya yang sangat berat membuat ia sakit dan berharap bisa dipulangkan ke Tanah Air.
Kemudian, dua PMI asal Sulawesi Selatan bernama Andi Halimah dan Arsi dilaporkan mendapat perlakuan yang tidak manusiawi dari majikannya di Arab Saudi. Willy mengatakan, ada banyak sekali kasus kekerasan terhadap PMI yang sulit diatasi mengingat terbatasnya regulasi.
Willy memastikan, penyusunan RUU PPRT mengedepankan nilai-nilai budaya sehingga tidak ada yang merasa dirugikan baik itu penyedia lapangan kerja, pemberi kerja, maupun pekerja rumah tangga.
Menurutnya, RUU PPRT bisa menjadi jembatan untuk jaminan pekerja rumah tangga di Indonesia.
"Kendati sudah ada peraturan menteri tenaga kerja yang mengatur perlindungan PRT, perlu diperkuat dengan aturan undang-undang. RUU PPRT ini bisa memberikan keadilan dan perlindungan hukum kepada para pekerja sektor domestik khususnya PRT yang kerap mengalami diskriminasi karena tidak dianggap sebagai pekerja," tegasnya.
Pokok-pokok penting dalam RUU PPRT di antaranya adalah pengakuan PRT sebagai tenaga kerja, perlindungan dan keseimbangan hubungan antara pemberi kerja dan PRT, pengaturan kategori, lingkup kerja, serta syarat dan kondisi kerja. Kemudian mengenai hak dan kewajiban serta sanksi bagi PRT dan pemberi kerja, hak dan kewajiban pendidikan atau pelatihan bagi PRT, dan penghapusan PRT usia anak.
RUU PPRT juga mengatur soal penyelesaian konflik antara PRT dan pemberi kerja (musyawarah dan mediasi), hak bagi PRT untuk bergabung dalam serikat pekerja, dan mengatur ketentuan penyedia jasa penyalur PRT.
Lebih lanjut Willy mengatakan pembahasan RUU PPRT akan dilakukan secara transparan dan terbuka terhadap masukan dari berbagai kalangan. Harapannya, RUU PPRT menjadi produk hukum yang komprehensif karena telah menyerap aspirasi seluruh pihak.
“Kami sudah beberapa kali melakukan dialog cukup intens dengan berbagai perwakilan masyarakat, termasuk dari kelompok pekerja rumah tangga sendiri. Substansi tidak mengalami banyak perubahan jadi mudah-mudahan bisa cepat kita ketok menjadi undang-undang,†tegas Willy. (dpr.go.id/*)