JAKARTA (9 Mei): Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto, menjelaskan komisinya sedang merumuskan mekanisme domestic price obligation (DPO)/harga penjualan di dalam negeri terhadap jatah lifting atau minyak siap jual pemerintah yang dibeli Pertamina. Langkah itu ditujukan untuk menekan harga jual BBM pada sektor hilir di SPBU.
Sejauh ini, lanjut Sugeng, bagian lifting minyak yang dibeli Pertamina masih menggunakan patokan harga internasional. Hal tersebut berakibat pada meroketnya harga jual BBM saat posisi harga minyak global berada di level tinggi.
"Minyak mentah jatah pemerintah yang dibeli Pertamina untuk diolah menjadi BBM seyogiaya dengan DPO. Ke depan kami akan rumuskan hal itu," kata Sugeng dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (8/5).
Sugeng menjelaskan, mekanisme penetapan DPO minyak mentah ini mengadopsi ketentuan yang diterapkan kepada pengadaan batu bara untuk PLTU PLN dan industri. Melalui Keputusan Menteri ESDM No.139 Tahun 2021, pemerintah mewajibkan pelaku usaha batu bara domestik untuk memenuhi kuota penjualan dalam negeri sebanyak 25% dari produksi tahunan untuk kelistrikan umum dan industri.
Legislator Partai NasDem itu menambahkan, pelaku usaha batu bara wajib menyerahkan seperempat hasil produksi batu bara tahunan kepada PLN dan industri semen dan pupuk dengan harga domestik yang lebih murah ketimbang harga internasional. Sedangkan untuk sektor kelistrikan umum, batas atas harga batu bara kalori rendah 4.300 sampai 4.600 kalori per kilogram dipatok US$ 51 per ton.
"Mungkin dengan mekanisme DPO memang pendapatan negara agak berkurang sedikit. Namun, jika dihitung lebih bisa menekan harga di ujung, ke harga produk BBM," urai Sugeng.
Lebih lanjut, menurut Sugeng, Komisi VII DPR berencana membatasi jenis atau variasi BBM yang ditawarkan di SPBU. Apabila rencana itu berjalan, SPBU domestik hanya akan menawarkan BBM jenis biofuel seperti biosolar dan jenis BBM yang dipatok paling rendah pada kelas Euro 4. Euro 4 merupakan bahan bakar bensin dengan kadar oktan minimal 91, bebas timbal dan kandungan sulfurnya maksimum 50 ppm, Pertamax Turbo milik Pertamina merupakah salah satu bensin kelas Euro 4 karena memiliki nilai oktan 98 dan kandungan sulfur maksimal 50 ppm.
"Kemungkinan ke depan tidak akan banyak jenis BBM, mungkin hanya dua jenis. Biofuel misalnya, dengan biosolar dan BBM yang memenuhi standar internasional, misalnya Euro 4 sebagaimana Pertalite dan dinaikan menjadi Pertamax Plus," pungkas Sugeng. (dis/*)