JAKARTA (21 Mei): Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani menilai manajemen perusahaan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) tidak bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah keuangan maupun perlindungan hak-hak pekerja.
"Sejak Sritex dinyatakan pailit, saya sudah menyampaikan pemilik Sritex ini bermasalah. Mereka mengemplang kredit bank," tuding Irma, Kamis (22/5/2025).
Saat ini Sritex tengah menghadapi kasus dugaan penyalahgunaan fasilitas kredit dari sejumlah bank, yang berujung pada penetapan sejumlah tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), termasuk Komisaris Utama Sritex Iwan Setiawan Lukminto.
Irma mengaku, dari laporan yang dihimpunnya, meskipun Sritex memiliki aset Rp9 triliun, mereka memiliki utang hampir mencapai Rp30 triliun.
"Artinya, mereka dengan sadar menghindari kewajiban mereka pada bank. Sritex ini memang kurang ajar," ujar dia.
Legislator NasDem itu mempertanyakan komitmen Sritex terhadap kesejahteraan para pekerja. Menurutnya, masih banyak anak perusahaan yang masih beroperasi.
Semestinya, jelas Irma, Sritex bisa mengalokasikan anggaran melalui mekanisme subsidi silang untuk membayar hak-hak pekerja seperti tunjangan hari raya (THR) dan pesangon.
“Dari sekian banyak perusahaan milik Lukminto, masa iya tidak mampu bayar THR dan pesangon? Kan bisa subsidi silang. Mereka malah enak-enakan dan menyerahkan semua beban ke kurator,” tambah dia.
Lebih lanjut, Irma menyoroti isu terbaru Sritex disebut-sebut mendapatkan pinjaman baru untuk kembali beroperasi. Namun, yang menjadi sorotan adalah masih menggunakan manajemen lama yang sebelumnya gagal mengelola perusahaan.
“Harusnya para petinggi yang gagal tidak dipakai lagi. Kalau mereka tetap dipercaya memegang posisi strategis di perusahaan baru, ke mana akuntabilitasnya?” tanya Irma.
Tidak hanya itu, Irma juga menuding perlakuan yang tidak manusiawi terhadap karyawan di salah satu anak perusahaan Sritex, yakni PT Sari Warna Asri. Dia menerima laporan seorang karyawan yang telah memasuki usia pensiun justru digugat oleh perusahaan hanya karena mengajukan pensiun. Sementara di induk perusahaan, banyak karyawan justru kena PHK.
"Belum lagi saya juga mendapat informasi bahwa ada karyawan yang hanya diberi makan senilai Rp3.000 per hari. Ini sudah keterlaluan. Pemilik Sritex benar-benar zalim,” ungkap Irma geram.
Pada 2021, Sritex melaporkan kerugian sebesar US$1,08 miliar atau sekitar Rp15,66 triliun. Padahal, di tahun sebelumnya (2020), perusahaan masih mencatatkan laba sebesar US$85,32 juta atau sekitar Rp1,24 triliun.
Kejagung mengungkap Sritex dan anak perusahaannya memiliki kredit outstanding (belum dibayar) per Oktober 2024 sebesar Rp3,58 triliun. Kredit tersebut berasal dari Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng), Bank Jabar Banten (BJB), Bank DKI, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). (metrotvnews.com/*)