MATARAM (29 Mei): Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, mengungkap sejumlah permasalahan serius dalam sektor pertanahan dan tata ruang saat melakukan kunjungan kerja pengawasan ke Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Dalam pertemuan dengan pejabat eselon I, kepala kanwil, dan seluruh kepala kantor pertanahan se-NTB, Rifqi, sapaan Rifqinizamy, menyampaikan keprihatinannya terhadap banyaknya lahan berstatus hak guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan (HGB) yang dibiarkan terbengkalai.
“Banyak HGU dan HGB sudah diterbitkan, namun tidak dimanfaatkan oleh pemegang hak. Ini disebabkan oleh tingginya biaya investasi atau konflik dengan masyarakat setempat, yang membuat iklim usaha tidak kondusif,” ujar Rifqi di Mataram, NTB, Rabu (28/5/2025)
Salah satu kasus paling mencolok terjadi di Gili Trawangan, destinasi pariwisata unggulan NTB. Menurutnya, banyak hotel dan restoran di sana telah memiliki alas hak sah sejak 1980-an, namun sejak 2021, kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan hutan.
“Sekarang secara yuridis, mereka dianggap menempati kawasan ilegal. Padahal kita semua tahu kawasan itu sudah sejak lama dikembangkan sebagai kawasan wisata. Ini tentu menjadi ancaman besar terhadap investasi dan juga ketertiban administrasi pertanahan,” tegasnya.
Masalah itu, kata Rifqi, tidak hanya berdampak pada pelaku usaha, tetapi juga merugikan negara dari sisi penerimaan pajak.
“Jika pemegang manfaat atas lahan memiliki alas hak yang sempurna maka mereka wajib membayar pajak. Tapi sekarang, karena status hukum tidak jelas, negara justru kehilangan potensi pemasukan yang besar.” ujar legislator Partai NasDem itu.
Komisi II DPR akan segera menindaklanjuti persoalan Gili Trawangan dengan memfasilitasi Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Pemerintah Provinsi NTB, Menteri ATR/BPN, dan Menteri KLHK. Rifqi menyebutkan bahwa pihaknya menunggu surat resmi dari Gubernur NTB sebagai dasar fasilitasi tersebut.
Perlu diketahui, Komisi II kini juga tengah mendorong reformasi pengawasan terhadap Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), termasuk pengawasan kinerja dan keuangan.
“Kami mendorong Kementerian Dalam Negeri untuk bekerja sama dengan Kementerian PANRB agar Dirjen Pembinaan dan Pengawasan BUMD-BLUD bisa dibentuk dan berfungsi optimal,” ujarnya.
Dia menekankan bahwa DPR RI melalui Komisi II siap menyesuaikan regulasi terkait sebagai bagian dari fungsi legislasi agar pengelolaan pertanahan, tata ruang, serta entitas bisnis milik daerah menjadi lebih akuntabel dan mendukung pembangunan daerah. (dpr.go.id/*)