Berita

Fadholi : Perlu Diplomasi Bagus dan Konsistensi Dalam Berantas Illegal Fishing

Jakarta - Pencurian ikan di wilayah perairan laut Indonesia sampai saat ini masih belum selesai. Berbagai modus operandi pun dilakukan agar kapal-kapal asing pencuri ikan tersebut bisa masuk ke wilayah perairan Indonesia. Salah satu modus baru pencurian ikan di wilayah Indonesia dilakukan dengan mendekati wilayah perbatasan Indonesia.

Hal tersebut biasa dilakukan oleh kapal-kapal milik Papua Nugini, Timor Leste dan Vietnam. Negara -negara tersebut mencoba menembus wilayah perbatasan Indonesia yang sekiranya bisa diperdebatkan antara wilayah perairan Indonesia atau zona bebas.

Menurut Anggota Komisi IV dari Fraksi NasDem Fadholi bahwa pemerintah harus melindungi wilayah laut Indonesia, termasuk dari pencurian ikan (illegal fishing). Sebab, pencurian ikan di laut Indonesia masih marak.

” Pemerintah, dalam hal ini khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan harus lebih intensif melakukan upaya- upaya perlindungan wilayah laut Indonesia dari pencurian ikan. Sebab, illegal fishing ini sangat merugikan Bangsa Indonesia,” ungkapnya di Gedung Nusantara 1 DPR- Senayan, Kamis, 1 Februari 2018.

Fadholi lebih lanjut memaparkan, pemerintah wajib melindungi para nelayan Indonesia yang hidupnya bergantung dari hasil melaut. Para nelayan Indonesia adalah aset bangsa dan menghasilkan devisa negara juga.

” Jadi, siapa lagi yang akan melindungi laut kita kalau bukan pemerintah. Kemudian, siapa lagi yang akan melindungi para nelayan kita kalau bukan pemerintah Indonesia,” tegas Fadholi dengan mantap.

Jadi, lanjutnya, masalah pencurian ikan di wilayah laut Indonesia, yang dilakukan oleh negara asing, maka pemerintah wajib memberantas illegal fishing karena telah merugikan negara dan rakyat.

” Untuk menjaga wilayah laut Indonesia dari illegal fishing, maka diperlukan diplomasi yang bagus dan konsisten oleh pemerintah Indonesia terhadap negara- negara asing, sehingga kita mempunyai posisi yang kuat dalam hal perlindungan wilayah laut Indonesia,” terangnya.

Menurut Fadholi, untuk memberantas illegal fishing, kita tidak bisa hanya tangkap, bakar, tangkap, tenggelamkan, itu tidak menyelesaikan masalah, karena pokok persoalannya bukan seperti itu.

” Oleh karena itu, harus dilakukan kerjasama bilateral antar negara. Kalau sudah ada kerjasama dan kesepakatan bilateral dalam bidang kelautan, maka ketika terjadi persoalan sudah ada payung hukumnya, sehingga persoalan akan cepat selesai,” ungkap Fadholi.

Jadi, sambung Fadholi, dengan adanya kerjasama dan kesepakatan bilateral tersebut, diharapkan antar negara yang melakukan kerjasama bilateral tidak saling mengganggu kedaulatan negara lain, termasuk kedaulatan wilayah lautnya.

” Apabila terjadi pelanggaran wilayah laut, maka hasil tangkapan ikannya menjadi hak negara yang dilanggar wilayah lautnya. Kemudian, kapal dan isinya langsung menjadi milik negara (aset negara), dan awak kapalnya dikembalikan ke negara asalnya. Misalkan, kapal Malaysia mencuri ikan di Indonesia, maka kapal dan isinya menjadi hak negara Indonesia dan ABK nya dikembalikan ke Malaysia,” ucapnya.

Setelah kapal dan isinya menjadi milik negara yang dilanggar, kemudian negara yang melanggar harus didenda 2 kali lipat dari aset kapal dan isinya. Jika diplomasi dan kesepakatan seperti ini dilakukan, maka masing- masing negara akan saling menjaga untuk tidak melanggar kedaulatan negara lain.

” Misalkan kapal dan isinya nilai asetnya Rp 10 Miliar, maka negara yang melanggar harus didenda Rp 20 Miliar dan ini menjadi milik negara. Kalau ini dilakukan, saya yakin illegal fishing akan berkurang dan lambat laun akan hilang,” tegasnya.

” Setelah itu, diumumkan di forum internasional, sehingga kalau ada konflik, forum internasional sudah mengetahui negara mana yang salah dan negara mana yang benar,” pungkas Fadholi.

Sumber: http://seputarnusantara.com/?p=396



Share: