JAKARTA (9 September): Penting bagi Partai NasDem sebagai partai politik pendukung RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) untuk menentukan sikap, peran dan strategi advokasi dalam menyukseskan pembahasan dan pengesahan RUU TPKS.
Hal tersebut disampaikan anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Lisda Hendrajoni dalam Workshop dan Konsinyering terkait RUU TPKS yang digelar Bidang Perempuan dan Anak DPP Partai NasDem, Selasa (7/9).
Acara yang dilangsungkan di Kampus ABN NasDem itu diikuti fungsionaris Bidang Perempuan dan Anak DPP Partai NasDem, DPW NasDem se-Indonesia, organisasi sayap perempuan Garnita Malahayati serta Badan Advokasi Hukum (Bahu).
Kegiatan yang dilakukan secara tatap muka dan virtual itu juga diikuti kader Partai NasDem se-Indonesia dengan agenda pembahasan RUU TPKS Baleg DPR RI oleh Ketua Panja RUU TPKS, Willy Aditya.
Dalam kesempatan tersebut, Lisda Hendrajoni yang juga bagian dari fungsionaris Bidang Perempuan dan Anak DPP Partai NasDem menilai, kegiatan tersebut merupakan respon dari rencana Panja RUU TPKS Baleg DPR RI, yang akan menyegerakan agenda pembahasan RUU agar bisa disahkan secepatnya.
“Rencana tersebut tentunya senada dengan desakan masyarakat luas kepada DPR RI agar secepatnya mengesahkan RUU TPKS," kata Lisda.
Legislator NasDem dari dapil Sumatera Barat I (Kabupaten Pesisir Selatan, Solok, Sijunjung, Tanah Datar, Kepulauan Mentawai, Dharmasraya, Solok Selatan, Kota Padang, Kota Solok, Kota Sawahlunto, dan Kota Padangpanjang) itu mengatakan, tujuan acara itu untuk mengonsolidasikan dan memetakan gerakan masyarakat dalam advokasi RUU TPKS sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing.
"Moment ini juga dijadikan cara untuk mengumpulkan masukan, usulan, aspirasi dari pengurus dan kader NasDem terkait dengan RUU TPKS, gerakan masyarakat sipil untuk advokasi RUU TPKS," papar Lisda.
Dalam kesimpulan disebutkan, workshop tersebut sepakat pada tema “Mengawal RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual†dengan fokus di antaranya RUU TPKS adalah satu-satunya produk hukum yang berbasis perlindungan korban.
"Aspek perlindungan dan pemulihan korban, keluarga korban dalam RUU TPKS juga sangat perlu dieksplor, mengingat semangat RUUU TPKS adalah berbasis kepentingan korban," tukas Lisda.
Dalam workshop tersebut juga ditegaskan, aspek pencegahan pada draf RUU TPKS harus lebih dicermati kembali karena hanya ada satu pasal. Dalam konteks pencegahan, perlu melihat kerja sama antar kementerian, pelaku usaha, lembaga pendidikan dengan juga menegaskan bahwa tugas pencegahan melingkupi pemerintah pusat dan daerah.
Dalam paparannya, Willy menyampaikan, draft RUU PKS diusulkan untuk berganti judul menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan pertimbangan agar lebih fokus pada pelanggaran pidana kerasan seksual.
"Dengan begitu memudahkan penegak hukum, karena pengaturan dalam KUHP sudah sangat terbatas dan sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman,†ujar Willy Aditya yang juga Ketua Panja RUU TPKS.(Bee/*)