JAKARTA (17 September): Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Muhammad Farhan menegaskan perangkat negara harus diperkuat untuk melawan fenomena kejahatan siber di Tanah Air. Di antaranya Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dengan payung hukum yang kuat yaitu UU Keamanan dan Ketahanan Siber Nasional.
Pasalnya, munculnya kejahatan siber mulai dari bocornya data pribadi hingga menyasar perangkat strategis pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 menjadi salah satu tanda benteng pencegahan dunia maya mudah ditembus penjahat siber.
Menurut Farhan, BSSN perlu diperkuat untuk membangun pertahanan dan keamanan siber di Indonesia.
"Penguatan harus dilakukan pada bidang legislasi dan anggaran negara untuk membangun jaringan pertahanan dan keamanan siber nasional," ujar Legislator NasDem tersebut, Rabu (15/9).
Namun, upaya perlindungan juga masih terkendala di DPR karena belum ada titik kesepakatan untuk mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi (DPP).
"PDP masih deadlock karena masih ada beberapa poin yang belum disepakati pemerintah dengan Komisi I DPR," tambah Farhan.
Penyusunan tata tertib pasal pembahasan telah menghabiskan tiga masa persidangan dan dua tambahan masa persidangan.
"Kami ajukan agar pimpinan DPR RI dan Badan Musyawarah DPR memberikan kembali kesempatan untuk menuntaskan RUU PDP," tambah Legislator NasDem itu.
Wakil rakyat dari Dapil Jawa Barat I (Kota Bandung, Kota Cimahi) itu mengatakan, pembahasan RUU PDP yang alot terjadi karena belum adanya kejelasan terkait statuta pemegang otoritas penuh penindakan.
"Kebuntuan terjadi pada status otoritas perlindungan data, apakah independen di bawah Presiden, internal Kemenkominfo, atau hybrid (bawah Presiden yang pejabatnya ditunjuk Menkominfo)," kata dia.
Selain itu, belum ada kejelasan batasan jangkauan kategori data yang wajib dilindungi.
"Perdebatan terjadi, apakah agregasi data pribadi termasuk dalam subjek perlindungan data pribadi. Perdebatan juga berkisar pada apakah perlindungan data pribadi, selain mengatur perlindungan data elektronik juga mengatur perlindungan data non elektronik?" kata dia.
Menurut Legislator NasDem dari Dapil Jawa Barat I itu, dalam RUU PDP terdapat tiga kepentingan menyesuaikan dengan ekosistem digital di Tanah Air. Yaitu, kepentingan bisnis, layanan publik dan kepentingan politik.
Kepentingan bisnis atau ekonomi adalah kepentingan para pelaku bisnis digital yang melakukan monetasi atas data pribadi yang dikumpulkan, dikuasai, dikelola dan diolah. Baik itu untuk kepentingan bisnis iklan, konsultasi marketing ataupun direct selling.
"Kepentingan layanan publik menyangkut masalah administrasi publik untuk layanan kesehatan publik, pendidikan nasional, pendaftaran pemilihan umum, penelitian ilmiah, sensus penduduk, sensus ekonomi, sensus pertanian dan penegakan hukum. Dalam hal ini pemerintah juga berkepentingan untuk melindungi data karya hak cipta budaya, seni dan ilmiah," tukasnya.(MI/*)