Berita

Restorative Justice Harus Bijak dan Pertimbangan Matang

JAKARTA (21 Maret): Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni mendukung sikap Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menutup peluang penerapan restorative justice di kasus penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora (17) oleh anak eks pejabat Dirjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Mario Dandy Satrio.

"Sepakat dengan pernyataan Kejagung yang menutup peluang untuk diterapkannya restorative justice kepada Mario," ujar Sahroni dalam keterangannya, Senin (20/3).

Legislator NasDem itu menilai perbuatan Mario sudah sangat berbahaya dan keterlaluan karena berakibat fatal terhadap korban. Terlebih perbuatannya juga telah mengundang amarah publik yang begitu besar.

“Apa yang telah dilakukan pelaku sudah sangat keterlaluan dan secara langsung membahayakan nyawa korban. Jadi opsi restorative justice memang tidak tepat jika diberlakukan untuk Mario,” kata Sahroni.

Sahroni mengakui mekanisme penawaran restorative justice telah diatur di dalam hukum Indonesia. Namun ia menegaskan, penerapan restorative justice harus berdasarkan ketersediaan kedua belah pihak, tanpa paksaan, dan mendapat rekomendasi dari sisi penegak hukum.

“Restorative justice memang merupakan opsi yang tersedia di dalam aturan hukum. Namun penawaran restorative justice oleh penegak hukum memang harus dilakukan secara bijak dan disertai pertimbangan yang matang. Tidak boleh ada pemaksaan dalam prosesnya. Karena restorative justice ini di satu sisi sangat baik, tetapi terkadang sangat riskan dalam penerapannya,” jelasnya.

Sahroni memastikan proses hukum akan terus berlanjut lantaran keluarga korban telah menolak penawaran restorative justice terhadap AG (15) yang sempat ditawarkan oleh Kejati DKI Jakarta.

“Jadi karena kemarin penawaran restorative justice dari Kejati terhadap AG sudah ditolak oleh pihak keluarga korban, maka proses hukum akan dipastikan terus berlanjut, tidak ada yang berubah,” ungkap Legislator NasDem dari Dapil DKI Jakarta III (Jakarta Barat, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu) itu.

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menawarkan restorative justice kepada AG yang masih di bawah umur karena mempertimbangkan masa depan yang bersangkutan. Namun hal tersebut ditolak pihak keluarga korban. (dpr.go id/*)

Share: