Berita

NasDem Minta Pemerintah Kaji Ulang Wacana Marketplace Guru

JAKARTA (13 Juni): Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Ratih Megasari Singkarru meminta  Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) mengkaji ulang wacana  perekrutan guru dengan model marketplace.

Mekanisme itu, menurut Ratih, perlu dikaji ulang dengan mempertimbangkan kendala serta risiko yang bisa terjadi.

Ratih mengatakan, masih banyak permasalahan lain dari guru yang perlu diselesaiakan, mulai dari kesejahteraan guru honorer, persebaran guru, hingga perekrutan guru PPPK.

"Dari namanya saja, marketplace, kita sudah merasa bahwa ini tidak pantas karena seakan-akan menjadikan guru itu sebagai sebuah komoditi yang semuanya bergantung pada mekanisme pasar," kata Ratih dalam keterangan tertulisnya, Selasa (13/6).

Ratih mengatakan, negara sudah mempunyai mekanisme melalui Badan Kepegawaian Negara (BKN) atau Badan Kepegawaian Daerah (BKD) yang bisa diberdayakan ketika terjadi kekosongan guru.

Menurutnya, jika kendalanya adalah perekrutan yang hanya setahun sekali, pemerintah dapat memperbaiki arus informasi antara kebutuhan sekolah dan badan kepegawaian, sehingga perekrutan serta penempatan guru dapat dilaksanakan dengan lebih fleksibel.

"Dengan demikian, begitu ada guru pindah atau pensiun yang posisinya menjadi kosong, badan tersebut bisa langsung melakukan redistribusi atau menempatkan guru," imbuhnya.

Legislator NasDem dari Dapil Sulawesi Barat ini mengakui bahwa mekanisme perekrutan melalui marketplace ini bermaksud untuk memangkas birokrasi seleksi guru. Akan tetapi, menurutnya, baru dalam tingkat gagasan saja, kendala dan risiko banyak muncul di benak para guru.

"Perlu dipertimbangkan masukan dari para ahli, kepala sekolah, dan guru-guru terkait bagaimana jika kewenangan perekrutan guru melalui marketplace benar-benar ada di tangan kepala sekolah. Bagaimana risiko terjadinya nepotisme, atau bahkan pungli terkait hal tersebut," tandasnya.

Selain itu, dikhawatirkan akan terjadi persaingan tidak sehat dan tidak berkeadilan, baik bagi sekolah maupun antarguru. Mekanisme pasar akan membuat sekolah yang memiliki anggaran besar akan dapat dengan leluasa memilih guru, namun tidak dengan sekolah dengan anggaran kecil.

"Malahan, bisa jadi para guru ini nanti terpaksa harus beli jasa SEO (Search Engine Optimization) supaya nama mereka muncul paling atas di setiap pencarian guru oleh sekolah pada platform marketplace tersebut," imbuhnya.

Lebih lanjut Ratih meminta pemerintah lebih peka dengan kondisi di lapangan. Masih banyak guru di Indonesia yang memiliki tantangan untuk mengakses beragam platform digital pemerintah. Bahkan, tidak semua guru terutama di daerah terpencil memiliki perangkat teknologi seperti gawai atau laptop.

Masalah lain yang perlu diselesaikan terlebih dulu adalah nasib guru honorer P1 (prioritas pertama) yang berjumlah sekitar 64 ribu. Mereka harus diprioritaskan terlebih dulu oleh pemerintah untuk segera dituntaskan dan mendapatkan kepastian.

"Kami yakin mereka tidak ingin persoalan P1 menjadi tenggelam dengan munculnya program baru seperti marketplace yang akan diluncurkan dalam waktu cepat dan terkesan sangat terburu-buru atau memaksakan," tukasnya.(RO/dis/*)

Share: