Berita

Tenun Sumba Segera Dipatenkan

WAINGAPU (5 April): Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Rachmad Gobel menyatakan dalam waktu dekat, tenun ikat Sumba berkualitas tinggi yang merupakan warisan leluhur itu akan segera dipatenkan dengan nama 'Tenun Sumba'.

Gobel mengatakan, proses produksi tenun ikat Sumba itu diupayakan agar diperpendek dan diefisienkan tanpa mengurangi kekhasan budaya lokal yang sudah turun-temurun.

“Nama Tenun Sumba cukup bagus. Kami sebagai wakil rakyat akan mendorong dan memastikan bahwa tenun ikat Sumba segera memiliki hak paten. Kita tidak boleh membiarkan motif tenun Sumba diklaim sebagai warisan budaya wilayah lain di Indonesia,” ujar Gobel saat meninjau usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Tenun Sumba di Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Minggu (4/4).

Gobel meninjau langsung proses produksi tenun ikat Sumba yang cukup panjang, yaitu memerlukan waktu enam bulan hingga satu setengah tahun.

"Saingan berat tenun ikat Sumba adalah tenun mesin yang kini diproduksi di berbagai daerah, bahkan di Jawa," jelasnya.

Para produsen tersebut, sambung Legislator NasDem tersebut, bisa menjual lebih murah dibandingkan tenun ikat asli Sumba yang menggunakan bahan alami, baik benang maupun pewarnaan.

“Proses produksi harus dibuat lebih efisien. Tapi, tenun ikat asli dengan bahan alami mempunyai nilai sangat tinggi,” kata anggota Komisi XI DPR RI tersebut.

Hak paten, kata wakil rakyat dari dapil Gorontalo itu, perlu diperjuangkan untuk setiap jenis tenun ikat Sumba. Masing-masing jenis memiliki sejarah, filosofi, dan budaya tersendiri. Ditambah tenun ikat yang 'hand made' (buatan tangan), bukan produksi mesin, tenun Sumba memiliki kelas tersendiri di antara tenun ikat di Indonesia.

Hadir pada pertemuan tersebut sejumlah anggota DPR RI dari dapil NTT yakni Julie Laiskodat yang juga Ketua Dewan Kerajinan Daerah (Dekranasda) NTT, Jackie Uly dan Ratu Ngadu Bonu Wulla, serta Bupati Sumba Timur Khristofel A Praing.

Dalam kesempatan yang sama, Julie Laiskodat mengatakan, NTT kaya akan tenun ikat. Setiap daerah di Flores, Sumba, Timor, Rote, dan Sabu, kata dia, memiliki kekhasan tenun ikat. Dalam satu kabupaten bisa terdapat sejumlah jenis tenun ikat yang berbeda.

“Tapi, tenun Sumba memiliki nilai sangat tinggi, harganya paling mahal,” jelas Julie.

Legislator NasDem dari dapil NTT I (Alor, Lembata, Flores Timur, Sikka, Ende, Ngada, Manggarai, Manggarai Timur, Manggarai Barat, dan Nagekeo) itu mengatakan, harga tenun ikat Sumba berkisar Rp2.000.000 hingga Rp8.000.000 jika dibeli di lokasi produksi.

“Yang paling mahal adalah yang bermotif merah karena pembuatannya bisa satu setengah tahun,” jelasnya.

Selain itu, Rachmad Gobel meminta Ketua Dekranasda NTT itu untuk membentuk koperasi di setiap daerah.

"Para penenun Sumba di satu wilayah perlu bergabung dalam koperasi agar bisa mendapatkan bahan baku dengan lebih murah, pelatihan manajemen, dan akses pasar," tegasnya. (HH/*)

Share: